Presentasi Regio Asia Timur-Oceania (EAO)
Daftar Isi
“KAMU ADALAH GARAM DUNIA...KAMU ADALAH TERANG DUNIA” (Mt 5, 13.14)
Presentasi Regio Asia Timur-Oceania (EAO)
1. Ringkasan presentasi Regio secara umum. Situasi social. – Konteks budaya. – Kehadiran Gereja Katolik. – Hidup Bakti. 2. Bagaimana Don Bosco tiba dan kharismanya bertumbuh. 3. Presentasi Regio dari sudut pandang Salesian. Para Salesian. – Kehidupan komunitas. – Jenis-jenis karya Salesian dan kegiatannya: Kerasulan orang muda – Pembinaan – Komitmen misioner dan kharisma inkulturasi – Komunikasi Sosial – Keluarga Salesian – Solidaritas keuangan – Kekudusan Salesian. 4. Pengalaman-pengalaman karismatik dalam kepentingan yang lebih besar (di dalam berbagai provinsi). 5. Beberapa tantangan. 6. Kesimpulan– “Aku senantiasa besertamu”
Rome, 25 Februari 2007
Pesta Para Martir Kudus, St. Aloysius Versiglia dan Kalistus Caravario
Sama saudaraku yang terkasih,
Setelah surat saya yang memaparkan tentang regio Asia Selatan, sekarang dengan senang hati saya berbicara kepada kalian tentang Asia Timur dan Oceania. Lebih dari pada bagian-bagian lain di dunia, di regio yang satu ini umat Kristiani pada umumnya dan para biarawan-biarawati khususnya dipanggil untuk menjadi “garam dunia” dan “terang dunia”. Di hadapan orang-orang dengan tradisi keagamaan yang kuno dan luhur yang menjiwai budaya mereka secara luas dan menadalam, sangatlah natural bahwa Kristianitas dilihat sebagai sebuah agama barat dan karena itu menjadi sesuatu yang eksternal dan asing. Dan karena itu para pengikut Kristus harus menunjukkan bahwa Kristianitas, seperti juga dapat hidup dalam persahabatan dengan bentuk-bentuk agama lain yang berakar begitu kuat dalam orang-orang tersebut, merupakan suatu agama yang dapat menjadi harmonis dengan setiap budaya di dunia, tetapi tanpa menjadi sama dengan satu di antaranya, karena mereka semua harus dimurnikan dan diangkat oleh Kristus. Oleh karena itu di sini perlu suatu usaha yang kompeten dan terus-menerus pada inkulturasi, yang menuntut pertama-tama bahwa Kristianitas harus memiliki suatu identitas yang jelas. Dalam kotbah di bukit Yesus berkata kepada kita bahwa menjadi muridnya adalah suatu hal tentang keberadaan hidup, bukan tentang melakukan sesuatu. Dan hal ini selalu merupakan suatu ungkapan yang sangat bermakna yang mana dia adalah “garam” dan “terang” atau, dengan kata lain, murid-murid Yesus yang otentik, yang tidak ragu mengatakan kepada pengikut-pengikutnya bagaimana jadinya mereka kalau mereka kehilangan identitasnya, sama nasibnya dengan garam yang kehilangan rasanya: “Maka dia akan dibuang saja dan orang-orang akan menginjakkannya”.
Hidup kita harus menjadi unggul karena kualitas spiritualnya yang tinggi dan diresapi oleh cinta kasih sehingga kedua aspek, pengalaman akan Allah dan perutusan, menjadikan bagi kita suatu kehadiran Kristus yang membaharui, yang memberi terang bagi semua yang ada di dalam rumah. Inilah yang Kristus harapkan, dan saya membuat harapanku sendiri: “Biarkan terangmu begitu bersinar pada sesama manusia, sehingga mereka dapat melihat perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang ada di dalam surga” (Mt 5,16). Berbicara tentang hidup Kristiani sebagai suatu pewartaan, Yohanes Paulus II menulis dalam Anjuran Apostolik Ecclesia in Asia: “Pewartaan ini adalan suatu perutusan yang membutuhkan pria dan wanita yang suci yang dapat membuat Penyelamat dikenal dan dicintai melalui hidup mereka. Api hanya dapat dinyalakan dengan sesuatu yang pada dirinya ada api (no. 23). Bagi kita para Salesian gambaran garam dan api menemukan pengungkapannya dalam semangat spiritual dan apostolik Da mihi animas, di mana setiap sama saudara dipanggil untuk menghidupkannya kembali di dalam hatinya.
Di dalam belahan dunia ini, pada Gereja dan Kongregasi mestinya tidak ada pertentangan yang besar daripada sebuah kehadiran Kristiani Salesian dan keagamaan yang telah menjadi sekular, tanpa memiliki pengalaman akan Allah yang jelas dan meyakinkan, suatu kehadiran yang sangat berkecukupan tanpa suatu komitmen yang solid bagi orang miskin yang menjadi tanda yang paling menyakinkan dari Kerajaan Allah.
Regio Asia Timur – Oceania meliputi dua puluh negara, dan meskipun ini merupakan regio bentukan termuda yang ditetapkan oleh Kapitel Umum yang terakhir, baru-baru ini dia merayakan seratus tahun kedatangan para misionarisnya yang pertama. Para misionarisnya mencapai Cina pada 13 Februari 1906 untuk memulai berdirinya seluruh regio – pendiriannya sama sekali berjalan tanpa halangan. Langkah awal ini tepatnya dapat dianggap sebagai kelahiran karya Salesian di Asia Timur. Kegiatan Salesian di regio ini merupakan sebatang pohon yang sudah berusia seratus tahun yang tidak kurang daya hidup dan harapan masa depannya. Pada kenyataannya menjadi kebanggaan bahwa ada sejumlah pendirian-pendirian baru yang dilakukan tahun-tahun belakangan. Karena ini merupakan regio yang begitu berbeda dalam komposisinya, dia mencakup daerah-daerah di mana memperlihatkan Kongregasi berkembang dengan pertumbuhan yang kuat, dan daerah-daerah lain di mana Kongregasi menatap dengan kegembiraan dan harapan. Regio ini merupakan suatu realitas yang kompleks dan dinamis, sedemikian adanya sehingga dalam 40 tahun terakhir Provinsi-Provinsi dan Vice-Provinsinya yang membentuknya telah menjadi bagian secara bergantian pada empat pembagian regio yang berbeda-beda. Keputusan Kapitel Umum-25 untuk menetapkan satu regio tersendiri nampaknya merupakan jawaban terbaik atas situasi dan kebutuhan-kebutuhan dari Provinsi-Provinsi, Vice-Provinsi dan Delegasi yang sekarang ini dicakupinya.
Regio ini mencakup negara-negara berikut ini: Australia, Kamboja, China (Hong Kong dan Macau), Kepulauan Fiji, Filipina, Jepang, Indonesia, Korea Selatan, Laos, Mongolia, Pakistan, Papua Nugini, Kepulauan Salomon, Samoa, Taiwan, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.
Regio ini dibentuk oleh wilayah-wilayah provinsi berikut ini: Provinsi Cina, Australia, Jepang, Thailand, Filipina Utara, Filipina Selatan, Vietnam, Korea, Vice-Provinsi Indonesia-Timor Leste, dan akhirnya Delegasi Papua Nugini dan Kepulauan Salomon.
Keberadaan regio baru ini dalam lima tahun pertama telah menunjukkan banyak keuntungan dalam kemungkinan mengikuti dari dekat perkembangan wilayah provinsi satu demi satu dan dalam berkoordinasi satu sama lain di antara mereka. Tim Kunjungan 2005, yang berlangsung di Hua Hin, Thailand, menguatkan kembali rasa bersama sebagai satu Regio, yang telah menjadi materi diskusi dan eksperimen menyangkut berbagai sektor (Provinsial-provinsial, departemen-departemen, kegiatan-kegiatan) selama paling kurang 18 tahun. Di Hua Hin, bagaimanapun, rasa bersama yang benar sebagai Regio tercapai, bersama dengan suatu pertumbuhan dalam kolaborasi dan maksud yang jelas dari koordinasi, yang terungkap dalam dokumen “Visi – Misi”.
Melihat situasi dari berbagai kenyataan di Asia Timur – Oceania, di mana Kristianitas itu tidak lebih dari satu minoritas yang sesungguhnya, orang segera menyadari bagaimana para Salesian dipanggil untuk menjadi “garam” dan “terang”, menyadari tuntutan bagi mereka untuk menghayati hidup yang terbaktikan sebagai misionaris ‘inter gentes’, dan tugas mereka menjadi ’misionaris untuk orang muda’. Gereja Katolik, yang di dalamnya terdapat hidup bakti dan Kongregasi Salesian, hidup dalam suatu benua dengan orang-orang yang berbeda, dalam agama dan budaya kuno dengan akar keagamaan yang mendalam yang bukan Kristen.
Hal ini membuat suatu komitmen akan inkulturasi menjadi sangat ditekankan, agar dapat mengakarkan kehidupan Salesian dengan kokoh dalam konteks-konteks yang berbeda, membuatnya relevan dan berbuah, mengembangkan identitas Kristiani dan karismatisnya dengan perhatian pada perbedaan budaya. Pada saat yang sama, kenyataan sebagai minoritas di antara orang-orang lain menuntut kita bahwa dalam Regio ini kita membaktikan diri dengan meyakinkan kepada pembangunan dimensi misioner dari panggilan Salesian, mengembangkan suatu pandangan misioner dari sama saudara dan komunitas-komunitas, dan memberikan prioritas pada penginjilan. Ini adalah soal komitmen jangka panjang yang meminta para Salesian supaya sungguh-sungguh memiliki kemampuan berdialog dengan budaya-budaya dan agama-agama setempat.
1. Ringkasan Presentasi Regio Secara Umum
Regio ini merupakan suatu daerah yang sangat luas. Cirinya yang paling utama ialah berbagai konteks dan situasi di mana sama saudara kita menghayati hidup religious dan mengembangkan perutusan Salesian. Ini bukan suatu soal sederhana untuk memberi suatu gambaran singkat dari sebuah situasi sosial, politis dan keagamaan yang beragam. Saya akan berusaha untuk memberikan suatu garis besar yang ringkas saja.
Situasi sosial
Di antara negara-negara yang membentuk Regio ini ada beberapa yang baru saja bangkit dari situasi perang, perjuangan untuk berdiri sendiri, kadang-kadang dari perang-perang saudara dan ideologis dengan upaya-upaya pembunuhan massal yang menakutkan. Dapat dikatakan bahwa Regio ini sekarang dalam keadaan damai dan membuat upaya-upaya besar pada pembangunan ekonomi, sosial dan sipil, meskipun masih terdapat di beberapa wilayah adanya perjuangan dan pertentangan ras, agama, dan pertimbangan-pertimbangan politis (Timor Leste, Aceh, Kepulauan Fiji, Kepulauan Salomon, Thailand Selatan dan Filipina).
Dalam wilayah yang dicakupi oleh Regio ini hidup hampir sepertiga penduduk seluruh dunia, dan mereka disebut-sebut berbicara sepertiga bahasa-bahasa dunia. 60% penduduk belum mencapai usia 21. Cina sendiri, dengan 1 miliar 300 juta penghuni, memiliki pengaruh kependudukan, ekonomi dan politis yang spesifik melampaui tidak hanya negara-negara lain, tetapi bahkan seluruh benua. Dia menerapkan ekonomi pasar sejak 1979, dan keikutsertaannya dalam politik internasional baru-baru ini membuat Cina satu elemen yang secara natural mempengaruhi dan akan terus lebih mempengaruhi lagi kehidupan sosial, ekonomi dan politis seluruh dunia. Regio secara keseluruhan tentu sangat terlibat, tidak sebagai pemimpin regu katakanlah begitu, dalam perubahan-perubahan luas yang cepat dan mendalam yang tentu menciptakan situasi-situasi bertentangan antara terang dan bayang-bayang, hidup dan mati, kekayaan dan kemiskinan, kemajuan sosial dan kemunduran, penaklukan dan kekalahan. Pada kenyataannya Regio ini dibentuk oleh dua benua, dengan budaya-budaya dan agama-agama yang berbeda.
Di dalam regio hidup hampir 40% dunia non Kristen. Umat Katolik hanya berjumlah 100 juta, sama dengan 5% dari penduduknya. Pada satu pihak ada kebangunan kembali keagamaan dan di lain pihak terdapat tumbuhnya suatu pengecilan nilai-nilai keagamaan demi pembangunan ekonomi, khususnya di kota-kota besar. Orang bisa bertanya apakah seseorang dapat berbicara tentang “sekularisasi” dalam masyarakat Asia, karena istilah itu menandakan suatu proses yang berkembang sesungguhnya dalam lingkungan budaya barat yang Kristen. Merenungkan apa yang timbul dari pertemuan-pertemuan kami menyangkut animasi misioner di Asia kita dapat mengatakan bahwa sekularisasi itu ada, tetapi harus lebih berbicara tentang “pengecilan atau menggantungkan nilai-nilai keagamaan pada pembangunan ekonomi”. Ini dapat dikatakan dinamakan ateisme praktis dengan suatu sentimen sosio-religi yang dangkal.
Ada juga saku-saku fundamentalisme dengan kegiatan yang lebih besar atau lebih kurang, sebagai reaksi atas perubahan-perubahan sosial dan budaya yang sangat besar yang membuat orang-orang tak berdaya menangkap dan memahaminya. Krisis keuangan di Asia Timur yang baru diatasi dalam periode 1997-1998 munculnya banyak pertanyaan menyangkut model ekonomi yang menggarisbawahi apa yang disebut ”mujisat Asia” dan korelasinya dengan nilai-nilai budaya ketidakseimbangan, bertambahnya pengrusakan lingkungan, perbedaan sosial dan eksploitasi angkatan kerja, bertambahnya tuntutan terhadap energi dan bahan-bahan dasar, pertentangan dan kekurangan-kekurangan yang disebabkan oleh tsunami dasyat 2004 dan serangan teroris di Bali pada 2002-2004.
Berbagai perbedaan bentuk pemerintahan ada atau yang berkembang yaitu: di samping demokrasi kuno dan demokrasi baru (Jepang, Filipina, Australia) ditemukan juga sistem-sistem sosialis, kerajaan-kerajaan tradisional (Thailand, Kamboja, Jepang), dan kediktatoran militer. Khususnya Cina dan Vietnam, dengan Korea Utara dan Laos, mewakili tembok besar ideologi Marksis dan totalitarianisme yang terakhir. Mereka semua harus menghadapi fenomena yang sama yang sudah ditunjukkan dan yang masih bertumbuh; jurang antara orang kaya dan miskin, perpindahan orang-orang dari desa dan pertambahan urbanisasi dengan konsekuensi dislokasi budaya, upaya industrialisasi yang kurang memperhatikan dampak lingkungan, dan bertumbuhnya ketidakadilan sosial yang membawa resiko pada ketidakseimbangan hidup dalam jangka waktu yang lama. Suatu kesadaran politik yang demokratis berkembang dan bahkan mulai menjadi perhatian penting, untuk ukuran tertentu, di negara-negara dengan regim komunis.
Konteks budaya
Empat sistem dasar dari nilai-nilai budaya dapat dibedakan di sini.Yang pertama dan paling solid pendirian dan keberadaannya ialah sistem di Asia-Timur dengan akar-akar Konfusian dan Budhis; pengaruhnya menjangkau banyak bagian Regio. Sistem ini bergantung pada nilai-nilai keluarga dan komunitas masyarakat; dia mengakui prioritas pribadi akan tugasnya terhadap keluarganya, keturunan atau suku dan, sebaliknya, bagi mereka yang memerintah. Belajar dan bekerja yang tekun dianggap penting.
Sistem Islam, seperti yang dihayati di Asia, seperti juga umumnya lebih moderat dan toleran daripada model Arab, dan bercampur dengan beberapa nilai dari animisme popular. Ada juga suatu lingkungan campuran di Filipina, di mana budaya Malaya menanggung tanda-tanda proses yang panjang dari koloni Spanyol.
Sistem Pasifik dalam Melanesia dan Polinesia berpusat pada animisme, keluarga dan suku-suku utama, dan pada pembagian barang-barang kebutuhan hidup.
Akhirnya ada sistem rasionalis barat dan libertarian yang timbul dalam Regio dan yang menyertakan dengannya akar-akar pandangan Kristiani dan reaksi rasional terhadapnya. Sebagaimana dicatat dalam Anjuran Apostolik Ecclesia in Oceania (bdk. No. 6), sistem ini yang sekarang menjadi ciri Australia, dipusatkan pada kebahagiaan dan kesuksesan, dengan pertumbuhan individualisme dan sekularisme yang kuat.
Sambil kita menempatkan keberadaan berbagai sistem nilai dan konteks budaya ini, kita melihat sekaligus bahwa migrasi baik lokal dan internasional menyuburkan persekutuan elemen-elemen dasar budaya dan keagamaan.
Kehadiran Gereja Katolik.
Mayoritas umat Katolik di Regio Asia Timur – Oceania terkonsentrasi di Filipina, negara dengan presentasi tinggi jumlah Katolik (81% dari 84 juta penduduk), meskipun hal itu bukan tidak ada tekanan-tekanan. Dua negara lain dengan persentase besar umat Katolik ialah Timor Leste (90%) dan Korea Selatan (11%), yang digabungkan menjadi 30% umat Katolik. Bagi negara-negara lainnya dalam Regio agama Katolik merupakan kenyataan yang sangat diaspora dengan persentasi jumlah umat Katolik berkisar dari 0.4% (Thailand, China, Jepang) ke 6% (Vietnam).
Umat Katolik di sini merupakan suatu Gereja muda, dengan daya hidup dan keberanian yang kadang-kadang sungguh luar biasa, seperti di Korea Selatan dan Vietnam. Meskipun di beberapa tempat Gereja masih dianggap suatu agama barat adan asing, biasanya dia dilihat dalam terang yang sangat positif. Meskipun kenyataan bahwa penginjilan di banyak bagian Regio relatif baru, Gereja telah berakar dalam, terima kasih atas sejumlah besar martir dalam tiga abad terakhir, banyak dari mereka yang sudah dikanonisasikan atau paling kurang dibeatifikasi (120 dari Cina, termasuk santo-santo kita Luigi Versiglia dan Callistus Caravario, 117 dari Vietnam, 103 dari Korea, 247 dari Jepang, 8 dari Thailand, 2 dari Filipina dan 1 dari Papua Nugini).
Berdasarkan rencana kerja dari Federasi Konferensi-Konferensi Uskup Asia (FABC) dalam 30 tahun terakhir, banyak perhatian diarahkan pada komitmen untuk memperdalam petunjuk-petunjuk konkret bagi penginjilan lingkungan Asia yang menyeluruh. Salah satu nilai utama dari budaya-budaya ini – harmoni dan sekutu – mengusulkan suatu tuntutan kegiatan misioner yang tak dapat dilepaskan dalam empat bentuk dialog (dialog kehidupan, aksi, pertukaran pandangan teologis dan berbagi pengalaman-pengalaman keagamaan), yang dengan cara ini Injil diwartakan dan dikomunikasikan pada orang-orang lain dari agama-agama non-Kristen peninggalan jaman dulu. Satu peristiwa historis ialah Kongres Misioner Asia yang Pertama diselenggarakan oleh FABC di Chiang Mai (Thailand) dalam bulan Oktober 2006 dengan tema “Menceritakan Kisah Yesus di Asia”. Menceritakan kisah Yesus sebagai cara yang terbaik dalam mewartakan Injil di negara-negara Asia telah diusulkan oleh Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Ecclesia in Asia (no. 20).
Dalam negara-negara Oceania umat Katolik berjumlah ¼ dari seluruh jumlah penduduk, tetapi mereka hidup di dua situasi yang amat berbeda satu dengan lainnya. Di satu pihak umat Katolik yang berada di Australia (dengan 27% Katolik), sebuah negara dengan suatu budaya yang keras yang dicirikan dengan sebuah kehadiran para imigran yang serba acuh tak acuh satu sama lain yaitu mereka yang dari Italia dan Eropa pada umumnya setelah perang dunia kedua, dan juga dari Vietnam setelah perang Vietnam, di mana suatu karya penginjilan yang solid sangat diperlukan; dan sebaliknya umat Katolik yang di Kepulauan Pasifik, satu wilayah penginjilan baru di mana dibutuhkan pendalaman sampai ke akarnya dan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam pembinaan panggilan pribumi baik untuk imamat maupun hidup bakti.
Dalam semua wilayah ini Gereja memang sedang menghadapi tantangan untuk mengembangkan dan menginkulturasi spiritulitas misioner yang benar dan menyeluruh, untuk membuat umatnya menjadi saksi-saksi yang kredibel di tengah berbagai agama dan budaya. Hanya dengan cara ini Gereja dapat mengatasi dikotomi antara hidup dan iman, antara kehidupan berpusat pada doa dan sakramen-sakramen dan kehidupan yang terpaut sepenuhnya dalam wilayah sosial, antara kehidupan orang-orang Kristiani itu sendiri dan kehidupan yang terbuka untuk dialog dengan mereka yang bukan Kristen. Umat yang baru dibaptis dari agama animis seperti politeis di Oceania, atau mereka yang dari Budhisme dan Confusianisme di Asia Timur, suatu ketika telah memeluk Injil secara mendalam dan antusias tetapi kadang sekedar kulit luarnya. Sebenarnya jalan masih jauh untuk menjadikan iman Katolik berakar mendalam dalam tanah budaya-budaya kuno.
Kehidupan bakti
Bagi kebanyakan Gereja-Gereja di Asia Timur keadaan sekarang ialah seperti suatu musim semi yang baru dengan semua harapannya: pendirian Gereja-Gereja lokal yang baru (misalnya di Mongolia, dengan 450 orang Katolik asli setelah 15 tahun pertama karya para misionaris), Kelahiran lembaga-lembaga misioner lokal yang baru (Korea, Filipina, Thailand, Indonesia), suatu perwataan Injil yang baru dan tumbuh suburnya panggilan-panggilan meskipun dalam situasi seperti diaspora (Vietnam, Korea Selatan). Di dalam Gereja Asia Timur kita sedang menyaksikan suatu pertumbuhan yang mengesankan. 15 tahun pertama telah menunjukkan suatu pertambahan empat kali lipat jumlah imam, biarawan yang mencapai 40% dan biarawati 30%. Ratusan misionaris “ad gentes” dan “ad vitam” telah keluar dari Gereja-Gereja lokal.
Di bagian Pasifik Regio banyak Kongregasi Religius masih sedang mencari ungkapan-ungkapan hidup bakti dalam budaya-budaya setempat yang dikerjakan bersama oleh para anggota misionaris dari luar dan anggota-anggota dari orang asli. Sebaliknya di Australia upaya-upaya para biarawan dan biarawati diarahkan pada karya pastoral untuk panggilan dan pembinaan para kolaborator awam mengikuti berbagai kharisma Kongregasi-Kongregasi terkait.
Menurut saya kita dapat mengidenfikasi empat tantangan utama bagi Kehidupan Bakti di Regio ini:
– mystisisme: dia dalam sebua Regio di mana pada umumnya sangat religius, adalah sangat penting untuk menjamin dalam orang-orang yang dikuduskan suatu pengalaman pribadi yang kuat akan Allah;
– kenabian: komunitas-komunitas religius dipanggil untuk menjadi berani dalam menghidupi Injilo sebagai suatu model pilihan untuk hidup;
– inkulturasi Kehidupan Bakti, yang menjamin bahwa para religius tidak merasa diri mereka seperti ikan tanpa air, juga merasa seakan-akan sebagai orang asing di mata sesama warga tanah air sendiri;
– pelayanan bagi kebaikan orang miskin, dan mereka yang terpinggirkan karena ekonomi, seksual, ras atau alasan-alasan keagamaan.
Bagaimana Don Bosco Tiba dan Kharismanya Bertumbuh
Hasrat Misionaris Don Bosco yang pertama ialah ke Asia
Don Bosco menghayati musim semi semangat misioner Gereja yang luar biasa pada masa hidupnya, dan pada mulanya menumbuhkan suatu panggilan misionaris dalam benaknya yaitu tanah misi di Asia, teristimewa di Cina, dan lebih umumnya di negara-negara berbahasa Inggris, di antaranya Australia. Ini merupakan dunia misionaris yang pertama diidamkannya ketika dia memikirkan panggilannya yang sebenarnya, dengan suatu ketika berhubungan dengan para Fransiskan Pembaharu dan pada waktu lain dengan para Oblata Maria (OMI), atau ketika dia membaca majalah-majalah misionaris dan mulai membagikannya di Piedmonte (Annals of the Propagation of the Faith or the Museum of Catholic Missions). Gambaran-gambaran yang dibangkitkan dalam pikirannya adalah mengenai dunia misionaris utama yaitu Asia dan teristimewa pada penganiayaan-penganiayaan ini Cina dan Vietnam, mengenai heroisme para misionaris dan martir, tentang masa baru yang terbuka bagi Gereja dan bagi penginjilan di belakang tentara-tentara Inggris dan Perancis. Majalah Annals, yang Don Bosco mulai baca dari suatu waktu saat baru saja ditahbiskan imam, memberi suatu penuturan hampir minggu demi minggu tentang kekuatan dan kegiatan politik di Barat, yang memungkinkan masuknya misionaris dan dimulainya lagi karya penginjilan. Akibatnya, bahkan para penghuni Kekaisaran Angkasa, yang jumlahnya yang besar mengejutkan Don Bosco, dapat memperoleh keselamatan. Dia sangat berkesan dengan kemartiran imam muda pemberani Gabriele Perboyre, yang fotonya dia simpan di kamarnya dan tentang dia Don Bosco kemudian menuliskannya dalam edisi pertama bukunya Sejarah Gereja. Dalam buku ini, karya tulis pertamanya yang serius yang nantinya menjadi beberapa edisi, dia menulis tentang membangkitkan lagi misi-misi, tetapi khususnya tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam tahun-tahun itu di Cina dan Jepang.
Selagi ketenaran Don Bosco bertumbuh, para misionaris besar dari Afrika, Lavigerie dan Comboni, datang menemuinya untuk meminta bantuan dan kerja sama. Selama Konsili Vatikan Pertama beberapa Uskup dari Cina juga datang ke Valdocco untuk mencari personel. Dengan Timoleone Raimondi, seorang misionaris dari Seminari di Milan dan kemudian Perfek Apostolik Hong Kong, Don Bosco bernegosiasi beberapa bulan antara antara 1873 dan 1874 tentang kemungkinan membuka sebuah rumah di Hong Kong. Negosiasi itu tidak berhasil dan draf surat kontrak tetap menjadi surat mati karena – meskipun Don Bosco tidak menyadarinya pada waktu itu – keputusan penolakan yang dijatuhkan oleh Superior Seminari di Milan. Karena dalam iklim ketidakpastian seperti ini disebabkan oleh pembincaraan yang terhentikan sehingga Don Bosco, kini yakin bahwa waktunya sudah tepat bagi Kongregasinya untuk menyebarkan diri ke bagian-bagian dunia luar, mengarahkan perhatiannya ke Argentina, suatu lingkungan yang terisolir dari sudut pandang budaya dan bahasa, dan segera memutuskan untuk mengirim misionarisnya yang pertama untuk bekerja diantara para imigran Italia di Buenos Aires dan diantara para Indian di sekitar San Nicolas de los Arroyos (11 November 1875). Namun demikian dia tidak pernah berhenti berpikir mengenai Asia, sebagaimana kenyataan bahwa dia memberi Pater John Cagliero kurang dari dua tahun untuk mengurusi karya di Argentina sebelum memalingkan perhatian ke India ketika dia telah menerima sebuah Vikariat Apostolik. Tetapi Amerika Selatan memang harus menguras tenaga dan personel yang sedemikian banyak sehingga Don Bosco hanya dapat memikirkan lagi Cina pada 1885, setelah memperoleh Vikariat Apostolik di Patagonia. Dia menerima kenyataan bahwa kini baginya sudah sangat terlambat untuk membuat sesuatu yang konkret bagi Cina. Di kemudian hari putera-puteranya dapat melihat apa yang dapat dilakukan, tetapi baginya Asia tetap menjadi suatu tujuan, mimpi, suatu lapangan pekerjaan di masa depan.
Dalam mimpi di Barcelona Don Bosco kemudian melihat, dari puncak gunung permulaan mimpinya pada usia 9 tahun, bahwa di masa mendatang sebuah karya dapat dibuka di Peking sebagai kepenuhan dari mimpinya kepada orang muda yang dapat memeluk dunia: sama saja dengan di Valdocco maka juda di seluruh dunia, dari Valparaiso ke Peking. Visi ini menjadi suatu keasyikan yang tak henti, suatu tujuan dan ramalan yang dapat membimbingnya untuk menulis dalam kesaksian spiritualnya: “Pada saatnya misi-misi kita akan mencapai Cina, dan tepatnya Peking” dan menjelang ajalnya di tempat tidur dia membisik Uskup Cagliero dengan mengatakan kepadanya berulang kali: “Jangan lupa Asia!”
Beberapa poin sejarah, mulai dari mimpi-mimpi Don Bosco tentang misi
Membaca kembali lima mimpi Bapa tentang misi, dan khususnya dua mimpi yang terakhir, kita temukan bahwa semangat misinernya diarahkan secara jelas kepada orang-orang Cina, Mongolia (Tartaria) dan Australia; hal ini, bersama dengan kesimpulan yang sudah dikutip dari kesaksian spiritualnya, menunjukkan suatu semangat yang tinggi di hatinya akan keselamatan orang muda Asia. Generasi-generasi misionaris Salesian telah tumbuh dengan kesadaran yang meyakinkan bahwa Don Bosco telah memimpikan mereka, melihat mereka dalam mimpi-mimpinya tentang misi.
Mimpi pada 1886, kesaksian spiritualnya dan pembicaraannya yang sering tentang Cina, telah menandakan suatu rasa antisipasi dalam lingkaran para Salesian. Pater Arthur Conelli, kepadanya Don Bosco telah berbagi keinginan-keinginan untuk pergi ke Cina, sedemikian serius sampai-sampai Pater Arthur dianggap secara umum sebagai pemimpin yang direncanakan untuk perjalanan ke negeri itu, tidak punya kesempatan setelah sang Pendiri wafat untuk berhubungan dengan para pembesar gereja di Macau. Negosiasi demi negosiasi berlangsung dalam tiga tahap dan diteruskan sampai 1905 ketika para Salesian dan Uskup Makau akhirnya mencapai suatu persetujuan. Enam Salesian pertama, tiga imam dan tiga bruder (dua di antaranya masih sebagai novis) dengan Pater Luigi Versiglia sebagai pemimpin mereka tiba di Makau pada 13 Februari 1906 dan menjalankan Oratorium Maria Dikandung Tanpa Noda yang kecil yang dipercayakan kepada mereka oleh Uskup. Keenam Salesian ini segera bekerja membuka sebuah sekolah seni dan keterampilan. Tahun-tahun pertama memang sulit dan nampaknya tidak punya masa depan. Pada 1910 ternyata para Salesian diusir dari Makau setelah ditangkap dalam revolusi negeri itu. Kemunduran itu terbukti hanya sesaat dan membimbing mereka ke lapangan karya yang baru: misi pertama di Cina daratan utama (di Heungshan, sekarang Zhongshan, pada 1911-1928) dan kembali ke pelayanan panti asuhan dengan kontrak yang labih luas dan sama-saudara yang baru yang dapat memampukan para Salesian mendirikan sekolah yang sebenarnya.
Sementara itu Kekaisaran Cina jatuh dan lahirlah Republik Cina (1911); Cina yang baru kuatir untuk belajar dari Barat, dan sekolah seni dan ketrampilan sebenarnya dalam situasi yang baik untuk melayani sebagai suatu model untuk lembaga-lembaga serupa direncanakan untuk didirikan di seluruh negeri yang luas itu. Sekolah itu terus berkembang, tetapi perluasannya terjadi dengan arah yang berbeda ketika pada 1917 Kongregasi Suci untuk Propaganda Iman mempercayakan kepada para Salesian suatu misi di bagian utara provinsi Guangdong, memisahkan diri dari Vikariat Apostolik Canton (kini Guangzhou). Setelah periode dua tahun persiapan Vikariat Apostolik baru Shiuchow (kini Shaoguan) didirikan, dengan Pater Luigi Versiglia sebagai Vicar Apostoliknya yang pertama. Daerah itu yang paling terbelakang dan paling sulit dari tiga wilayah Salesian yang dapat diharapkan: Tuhan sedang menyiapkan mereka suatu jalan berselimutkan pengorbanan-pengorbanan, tetapi jalan yang para misionaris pertama, dengan Perang Dunia Pertama baru saja dilaluinya, dapat menghadapinya dengan keberanian dan penyangkalan diri. Pada 1918 Pater Versiglia, ketika menerima hadiah sebuah piala dari Don Albera, mengenang bahwa dalam mimpi Don Bosco tentang Cina dia telah melihat dua piala, yang satu terisi dengan keringat dan kelelahan para misionaris dan yang lain dipenuhi dengan darah.
Sementara itu upaya-upaya dibuat untuk memperkuat dan memperbaiki sekolah di Makau mendatangkan hasil: pemerintah Hong Kong dan beberapa dermawan menghendaki sesuatu yang mirip bagi anak-anak muda dari koloni Inggris itu, dan untuk itu dapat dipercayakan kepada para Salesian; dan dari Shanghai ada permintaan yang mendesak untuk menerima sebuah panti asuhan. Lebih dari itu novis-novis misionaris pertama dari luar mulai berdatangan, suatu inovasi yang dapat dibicarakan dengan baik. Pada 1934 sebuah kelompok yang besar terdiri dari sama saudara muda bertolak ke Shanghai dengan dipimpin oleh Pater Sante Garelli, seorang veteran di Cina. Di antara mereka ialah frater Callistus Caravario. Mereka menetap dipemukiman Cina bersama orang miskin. Pada 1923 Vice-Provinsi Cina dibentuk, tetapi ditemukan bahwa hal itu sulit untuk mengambil komitmen-komitmen baru: sebuah rumah pembinaan dibutuhkan bagi saudara-saudara muda yang terus berdatangan dari luar dan panggilan-panggilan pribumi yang baru, tetapi personel yang tepat untuk tugas ini kurang, demikian juga sumber-sumber keuangan.
Permintaan-permintaan juga datang dari Tahta Suci supaya para Salesian menerima sebuah misi di Kyushu di Jepang (1925) dan satu lagi di Thailand (1925). Requests were also coming from the Holy See to accept a mission at Kyushu in Japan (1925) and one in Thailand (1925). Dengan ini misionaris pertama untuk Jepang tiba, dipimpin oleh Pater Vincent Cimatti. Dengan komitmen-komitmen bertambah, pada 1926 Vice-Provinsi dibentuk menjadi Provinsi Cina-Jepang. Provincial harus menjalankan tanggung jawab atas sebuah wilayah yang luas membentang dari Thailand sampai Jepang.
Sayang sekali semua itu bukan suatu pelayaran yang tanpa halangan: pecah perang saudara, disusul dengan kegiatan Bolshevik. Sangatlah tidak bijaksana untuk mempertahankan rumah pembinaan di Shiuchow, dan para novis dan mahasiswa filsafat harus melakukan perjalanan beresiko ke Makau. Partai-partai Nasionalis dan Komunis, dibantu oleh Rusia, bersekutu untuk mengatasi pertahanan musuh-musuh mereka lalu menyatukan negeri. Dari Guangdong para serdadu menjangkau bagian utara, mencapai Wuhan dan Shanghai. Di Nanking terjadi peristiwa-peristiwa kekerasan yang juga mengancam para misionaris. Persekutuan itu pecah dan para Nasionalis melancarkan pembersihan besar-besaran atas kekuatan-kekuatan kiri. Sekolah Salesian di Shanghai dikuasai oleh tentara dan diganti dengan sebuah rumah sakit bagi mereka yang terjangkit penyakit menular. Para Superior memutuskan untuk mengevakuasi lembaga dan mengirim para sama saudara ke mana saja, mulai dengan yang termuda. Dengan demikian menjadi mungkin memulai karya Salesian di Hong Kong (“Sekolah Industri St. Louis”), di Timor (Dili, di mana di antara para saudara muda frater Callistus Caravario termasuk yang dikirim) dan di Thailand, ke negeri ini Tamu Luarbiasa, Pater Peter Ricaldone, memindahkan novisiat dengan para novis, magister novis (Pater Gaetano Pasotti) dan beberapa sama saudara yang lain yang semuanya berjumlah 28 orang! Tantangan-tantangan, cobaan-cobaan dan kesulitan-kesulitanberguna hanya untuk mengembangkan pembangunan: nampaknya hampir seperti suatu gerak balik ke pengalaman Gereja perdana, terdesak oleh perang dan penganiayaan yang merambat ke semua penjuru. Dalam keadaan ini berdiri dua misi baru yang independen: Jepang, yang akan memiliki sebgai Perfek Apostoliknya (1935) dan kemudian Provinsialnya (1937) Pater Vincent Cimatti, dan Siam (Thailand) dengan Pater Gaetano Pasotti pertama sebagai Perfek Apostolik (1934), kemudian Provinsial (1937) dan akhirnya Vikar Apostolik (1941).
Cobaan terbesar, suatu saat gelap dan terang sesungguhnya, ialah kemartiran Mgr. Luigi Versiglia dan Pater Callistus Caravario. Mereka tidak akan sendirian mempersembahkan diri mereka dalam misi bagi domba gembalaan mereka. Tiga misonaris lain juga mengikuti mereka. Banyak yang lain meninggal sebelum mereka mencapai usia 50, hidup mereka di dunia terhenti oleh sakit dan kelelahan.
Pada tahun tiga puluhan misi-misi Thailand dan Jepang menjadi terkonsolidasi, di tengah banyak kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan: personel tidak pernah mencukupi, orang muda yang berjumlah amat besar perlu dibina dan diinkulturasi, panggilan-panggilan pribumi perlu dikembangkan. Selama 22 tahun Cina dipimpin oleh Pater Charles Braga (1930-1952), “Don Bosco kecil di Cina”, dibina di Turin dibawa Pater Cimatti dan menjadi dewasa di Shiuchow di dalam bimbingan Mgr. Versiglia. Dia menjadi Bapa para Salesian di Cina. Bersama dia, dan didorong oleh strategi-strategi misi yang baru di Cina menjadi diperkaya dengan pendirian-pendirian karya luar biasa yang baru. Panggilan pribumi mulai nampak, pada mulanya mencoba-coba sepertinya panggilan itu berasal dari tanah kersang, lalu menjadi begitu subur, terutama selama masa-masa perang ketika seluruh seminari tinggi harus dipindah ke Shanghai segera setelah selesai pembuatan residensinya di Hong Kong. Pater Braga-lah yang memberikan hidup dalam masa ini yang sangat sulit dan miskin, dengan membangun persaudaraan Salesian dan persekutuan yang lebih besar; dia adalah segalanya bagi setiap orang. Ini merupakan masa emas dalam sejarah Provinsi Cina.
Provinsi bangkit dari perang dengan kelompok sama saudara kuat bersemangat yang bermotivasi tinggi dan orang muda yang menghadirkan masa depan yang baik. Pada 1946 rumah Salesian di Peking dibuka, “Rumah Madonna”, sebagimana biasa disebut oleh Rektornya yang pertama, Pater Mario Acquistapace: rumah termiskin di seluruh Provinsi! Ramalan Don Bosco telah terpenuhi. Para Superior berpikir sudah waktunya untuk membagi karya-karya tersebut menjadi dua Provinsi, satu di utara dengan pusatnya di Shanghai, dan yang lain di selatan berpusat di Makau. Jepang, sebaliknya menemukan bahwa semua panggilan pribuminya telah ditelan oleh perang dan mereka terpaksa harus mulai dari dasar. Thailand, sangat berkurang dalam personel karena kehilangan yang lumayan banyak dan harus menemukan di dalam pendirian-pendirian yang baru semangat untuk pembaharuan.
Tetapi ternyata Cina sendirilah yang menanggung terpaan badai. Dengan datangnya Mao dan proklamasi Republik Rakyat Cina, orang-orang Cina bangkit. Orang asing, penjajah dan misionaris semuanya diusir dan kekayaan mereka diambil-alih kepemilikannya: rakyat menegaskan kembali hak mereka untuk mengurus sendiri pendidikan manage di negeri mereka. Beberapa sama saudara orang Cina tetap tinggal di negeri itu untuk bersama dengan orang-orang muda kalau mungkin, tetapi tidak lama mereka menemukan diri mereka berada di dalam penjara di mana ada sejumlah yang meninggal dunia, mengorbankan hidup mereka melalui kesetiaan kepada Paus. Tetapi juga dari tragedi ini datang hidup baru. Tidak hanya karya Salesian bagi para pengungsi berkembang di Hong Kong, Makau dan akhirnya juga di Taiwan (1963), tetapi pendirian-pendirian baru dilakukan di negara-negara lain di Timur.
Pada 1951 karya Salesian dimulai di Filipina dengan dua sekolah: di Victorias (Negros) di bagian selatan dan di Tarlac (Luzon) di bagian utara. Pada 1958 pendirian-pendirian di Filipina terpisah dari Provinsi Cina, untuk membentuk sebuah Vice-Provinsi yang kemudian dijadikan sebagai sebuah Provinsi pada 1963. Suatu pertambahan panggilan-panggilan dalam jumlah yang besar dalam tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan membuat Provinsi terbagi menjadi dua pada 1992 dengan masing-masing berpusat di Manila (bagian utara) dan Cebu (bagian selatan). Untuk provinsi-provinsi Filipina dipercayakan juga karya-karya di Timor Leste (1975-1998) dan di Indonesia (1985-1998). Akhirnya misi di pakistan dipercayakan kepada Provinsi Filipina Selatan (1998).
Sejak 1952 misi Salesian telah berkembang juga di Vietnam. Setelah pendirian yang pertama di Hanoi oleh Pater Francis Dupont, yang dibunuh dalam perang (+1945), karya itu dijalankan lagi pada 1952 oleh Pater Andrej Majcen. Pada 1974 sebuah delegasi dibentuk, yang pada 1984 menjadi sebuah Vice-Province. Para sama saudara mengikuti eksodus ke selatan setelah penduduk terbagi menjadi dua bagian, dan hidup selama 15 tahun dalam isolasi (1975-1990) yang darinya mereka bangkit dengan keadaan yang sangat terbelakang tetapi termotivasi begitu tinggi. Pada 1999 Vice-Province menjadi sebuah Provinsi dan pada 2001 dipercayakan dengan tanggung jawab atas misi baru di Mongolia.
Karya Salesian di Korea dimulai pada 1954, ketika Pater Archimedes Martelli dikirim dari Jepang ke Korea dan membuat pendirian pertama di Kwangju. Pada 1972 sebuah Delegasi dibentuk, yang pada 1984 ditetapkan sebagai Vice-Provinsi dan pada 1999 menjadi sebuah Provinsi.
Karya Salesian di Timor Leste, setelah percobaan pertama dengan sebuah pendirian dari Makau pada tahun-tahun 1927-1929, pendirian dimulai lagi dari Portugal pada 1946. Sesudah itu, selama masa-masa sulit dibawah pendudukan Indonesia (1975-1999), karya misi ini kemudian dipercayakan kepada Provinsi Filipina, lalu diserahkan kepada Provinsi Cebu pada 1992 ketika terjadi pembagian Provinsi Filipina menjadi dua bagian. Dengan bertambah jumlah sama saudara dan pendirian komunitas, Vice-Provinsi Indoensia-Timor terbentu pada 1998.
Masih dalam beberapa tahun terakhir ini pendirian-pendirian baru terus bertambah dengan semangat muda, menyebar di berbagai penjuru dengan menyerapnya kharisma Don Bosco dalam lingkungan-lingkungan yang baru dan didorong oleh suatu pendirian panggilan misioner yang baru.
Inisiatif untuk karya di Kamboja datang dari Thailand dan dimulai dengan bantau yang diberikan kepada orang-orang Khmer kamp-kamp pengungsi. Pendirian yang pertama yaitu di Phnom Penh dibuka pada 1991. Karya Salesian pertama di Laos dimulai dengan cara yang sama pada 2004, yang semuanya dijalankan oleh mantan-mantan siswa orang Laos, dengan pendampingan para sama saudara dari Bangkok.
Sementar itu Jepang membuka sebuah misi yang sulit di Tetere, Kepulauan Salomon pada 1995. Sejak 2005 misi ini telah menjadi bagian dari Delegasi baru Papua Nugini dan Kepulauan Salomon.
Di Pasifik para Salesian tiba di Australia pada 1922, dan dari Provinsi Australia inilah dua inisiatif berani diambil sebagai pendirian yang baru. Pertama, kharisma Salesian masuk Samoa pada 1978 di mana telah tumbuh banyak panggilan, dikaitkan dengan pembinaan para katekis pribumi; yang kedua yaitu masuknya para Salesian di Kepulauan Fiji pada 1999.
Don Bosco Berada di Sana Sebelum Para Salesians
Dari uraian-uraian sejarah jelaslah bahwa sekitar 30 tahun sudah berlalu antara pemintaan pertama untuk pergi ke Cina tibanya para Salesian di negeri itu (1874 – 1906), kalau Filipina diperlukan 60 tahun (1891 – 1951), dan Korea 45 tahun (1909 – 1954), Vietnam selama 26 tahun (1926 – 1952), dan untuk Timor Leste selama 20 tahun sebelum kedatangan yang definitif. Penundaan-penundaan ini sebagian disebabkan oleh ketidakstabilan politik dan sosial, kecurigaan dari beberapa pejabat Gereja setempat, dan kesulitan komunikasi antara sahabat-sahabat Don Bosco yang berada di daerah-daerah setempat dari suatu Regio dan para Superior di Turin. Ternyata dari saat kanonisasinya pada 1934, pendidik yang kudus itu dihormati oleh para klerus setempat di banyak tempat sebelum kedatangan kita.
Sebagaimana dalam kasus di Regio-Regio lain, harus dikatakan bahwa Don Bosco dikenal di banyak negara sebelum kedatangan para Salesian yang pertama: para Koperator Salesian yang pertama berada di sana dan ADMA, perserikatan anak-anak Don Bosco dan sekolah-sekolah dengan nama Don Bosco (Filipina, Indonesia). Ada biografinya dalam bahasa-bahasa setempat (Korea – Seoul: Review Kyoh Hyang, 1934; Vietnam – Phat Diem: Luk Ly, 1937), ada patung-patungnya dipakai di gereja-gereja lokal dan seminari-seminari yang didirikan dengan namanya (misalnya di Vietnam, Seminari Trung Linh –1939, ada juga sekolah-sekolah Katolik dan seminari-seminari menengah didirikan dengan nama Don Bosco (seperti di Indonesia mulai dari tahun 40-an).
Dalam tahun-tahun belakangan jawaban Kongregasi atas permintaan-permintaan untuk pendirian-pendirian karya Salesian telah menjadi lebih cepat, dan waktu antara undangan pertama dengan kedatangan para Salesian telah menjadi lebih singkat: 3 tahun untuk Samoa (1978), 4 tahun untuk Pakistan (1998), 3 tahun untuk Mongolia (2001). Sebenarnya, di beberapa negara mulainya misi Salesian mengawali inisiatif kita, seperti dalam hal Indonesia (dari Filipina ke Timor Leste pada 1985), di Kamboja (oleh Thailand pada 1991), untuk Laos (oleh Thailand pada 2004), dan untuk Fiji (oleh Australia pada 1999).
Sebuah Regio Misionaris
Regio ini telah diberkati dengan kehadiran sejumlah misionaris besar, pionir-pionir di beberapa negara: Mgr. Luigi Versiglia (1881-1930), Mgr. Ignazio Canazei (+1946), Pater Charles Braga (+1972), Pater Mario Acquistapace (1916-2002) di Cina; Mgr. Vincent Cimatti (1883-1965) di Jepang; Pater Andrej Majcen (1905-1999) di Vietnam; Pater Archimedes Martelli (1916-1984) di Korea Selatan; Mgr. Ernest Coppo, Bruder Celestine Acerni (para Salesian pertama menginjakkan kaki pertama di tanah Australia tepatnya di Kimberley pada 1923) dan Pater Joseph Ciantar (1893-1967) di Australia, dan banyak sama saudara lain yang adalah misionaris sejati.
Saya ingin menyebut beberapa pionir dalam tahun-tahun yang lebih belakangan, ‘pendiri-pendiri’ di masing-masing negara di Regio ini: Pater Jose Carbonell di Indonesia, Pater Valerian Berbero di Papua Nugini; Bruder Jose Rebeiro di Timor Leste (1946); Bruder Robert Panetto dan Pater Walter Brigolin di Kamboja (Phnom Penh, 1991); Pater Peter Balcazar dan Bruder Francis Tanaka di Kepulauan Salomon (Tetere, 1995); Pater Peter Zago dan Pater Hans Dopheide di Pakistan (Lahora dan Quetta, 1998); Pater Julian Fox di Fiji (1999); Pater Charles Villegas di Mongolia (Ulaanbatar, 2001).
3. Regio dari Sudut Pandang Salesian
Para konfrater Salesian sekarang di Regio ini berjumlah 1.257 orang, dengan 60 novis dan 9 Uskup Salesian. Selama 20 tahun terakhir jumlah konfrater telah bertambah dengan angka besar yaitu 340 Salesian, dengan pendirian-pendirian baru dalam lebih dari tujuh negara dan dengan 50 komunitas baru. Beberapa Provinsi menunjukkan suatu pertumbuhan regular (Filipina Utara dan Selatan, Korea); yang lain bertumbuh dengan lebih cepat (Vietnam dan Timor Leste); yang lain lagi menunjukkan penurunan jumlah sama saudara kalau dibandingkan dengan 20 tahun lalu (Australia, Cina, Jepang, Thailand). Kini misionaris dari luar berjumlah hanya 15% dari semua sama saudara dan rata-rata usia mereka 65 tahun. Pada masa yang sama sampai dengan 2006 sekitar 80 konfrater yang lahir di Regio ini telah pergi untuk misi-misi ad gentes. Kesetiaan panggilan di Regio sejalan dengan rata-rata panggilan diseluruh dunia Salesian yaitu 46% yang meninggalkan Serikat setelah kaul pertama; meskipun Vietnam mempunyai catatan khusus dalam hal ini karena hanya mempunyai 5% yang meninggalkan Serikat setelah profesi pertama. Mayoritas konfrater hidup dan bekerja di kota-kota besar, dan ini berpengaruh pada pola hidup mereka, berkaitan dengan ekonomi, dengan jenis orang yang baginya mereka bekerja dan jenis kerja yang mereka lakukan. Tidak lebih kurang 353 sama saudara, hampir sepertiga dari total semua Salesian di Regio, yang ada dalam berbagai tahap pembinaan awal. Jumlah Bruder bertambah syukur atas komitmen promosi panggilan di semua Provinsi: sekarang di Regio ada 201 konfrater Bruder, ada 47 orang yang berprofesi sementara.
Hidup Komunitas
Hampir semua komunitas di Regio, seperti yang telah saya katakan, berada di kota-kota besar dan ramai, dan di beberapa Provinsi ada sejumlah besar sama saudara yang masih terkait dengan tahap-tahap pembinaan, semuanya ini memberi pengaruh pada kualitas hidup. Kardinal Joseph Zen dari Hong Kong menegaskan bahwa sumbangan terpenting yang dibuat oleh kharisma Salesian terhadap budaya-budaya di Regio ini adalah kesaksian akan semangat kekeluargaan yang membuat baik pribadi Don Bosco dan Kongregasi kita menjadi sangat menarik. Mesti selalu ada kesadaran yang lebih tinggi akan pentingnya komunitas dan kesaksiannya pada penginjilan dan pertumbuhan panggilan.
Jumlah komunitas-komunitas Salesian telah menunjukkan suatu pertumbuhan yang penting selama dua puluh tahun terakhir. Pada 1986 di dalam Regio ada 76 komunitas yang didirikan secara resmi; pada 1996 jumlahnya telah menjadi 106 dan pada 2006 jumlahnya sudah mencapai 130. Dan ada juga 30 pendirian lain yang belum secara resmi ditetapkan, terutama yang berada di daerah-daerah misi (Pakistan, Mongolia, Kamboja, Thailand, Filipina, Indonesia, Vietnam).
Jenis-jenis Karya Salesian dan Kegiatannya
Kerasulan Orang Muda
Sebagaimana di mana-mana dalam Gereja Asia dan Oceania strategi yang penting diberikan pada struktur-struktur pendidikan formal (sekolah-sekolah akademis dan pusat-pusat latihan ketrampilan). Di beberapa daerah ada penekanan pada pekerjaan-pekerjaan dengan suatu karakter sosial yang mengatasnamakan pertolongan yang amat penting bagi orang muda yang miskin.
Ini adalah satu alasan mengapa kebanyakan sama saudara terlibat di dalam sektor sekolah. Ada 282 sekolah dengan 100.900 siswa dan siswi, 350 Salesian dan 4.200 mitra awam, kebanyakan mitra awam ialah bukan Kristen. Dari sekolah paroki yang kecil di Timor Leste hingga lembaga-lembaga besar dengan ribuan siswa di Thailand, pendidikan formal merupakan suatu lapangan kerja yang diberikan prioritas karena kesempatan-kesempatan besar yang sekolah Salesian hadirkan dalam dunia budaya sebuah masyarakat yang masih jauh dari Injil. Dalam sepuluh tahun terakhir juga lembaga-lembaga universitas Salesian telah bertumbuh di Filipina, Papua Nugini, dan juga yang sudah ada yaitu politeknik pertama di Tokyo-Ikuei (kini dikenal sebagai “Institut Politeknik Salesian”).
106 paroki, dengan banyak sekali stasi misi dan jumlah umat Katolik sebanyak 876.000 yang dilayani oleh 200 sama saudara. Dari paroki-paroki besar di daerah-daerah Katolik, dengan jumlah besar stasi-stasi dan ribuan umat Katolik hingga ke paroki-paroki dan stasi-stasi misi di tempat-tempat penginjilan pertama dengan sejumlah kecil umat Katolik, kita memberikan sumbangan cara kita yang istimewa dalam berevangelisasi terhadap Gereja-Gereja lokal.
Ada 39 pusat latihan ketrampilan, dengan 10.262 murid dan dianimasi oleh 151 konfrater. Ini adalah soal lapangan karya yang istimewa dalam proses pembangunan dan di daerah-daerah penginjilan pertama, karena mereka menjawab langsung kebutuhan-kebutuhan orang muda yang miskin, menyiapkan mereka ke dalam dunia ketenagakerjaan melalui pendidikan dan latihan yang solid menyangkut kemanusiaan, Kristiani dan profesional.
Berbagai karya pendidikan itu diapit oleh keberadaan asrama-asrama, semuanya berjumlah 38 buah dengan 3.168 orang muda yang tinggal bersama kita selama 24 jam sehari. Tempat-tempat demikian menyediakan kesempatan-kesempatan berharga untuk pendalaman hidup iman orang muda Katolik, dan sekaligus memberikan kita suatu cara bertahap dan penting dalam mendekati orang muda yang bukan Katolik berkaitan dengan iman itu sendiri. Kita hanya perlu mengingat bahwa dari jenis karya seperti inilah rasa terikat dan cinta yang terkuat dari bekas murid kita tumbuh dan mereka dapat terbuka bagi perutusan kita dan Keluarga Salesian.
Ada 60 Oratorio atau Pusat Kaum Muda yang didatangi oleh 16.000 orang muda pria dan wanita, yang dibimbing oleh 60 orang Salesian bekerja penuh waktu. Ratusan orang muda di daerah-daerah sedang berkembang selalu memanfaatkan fasilitas olahraga kita, bergembira dengan permainan-permaianan yang tersedia dan dimotivasi dengan atmosfir pendidikan yang tenang yang mereka temukan di sana; ada juga kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di negara-negara berkembang dalam bidang pendidikan media, kelompok-kelompok pelayanan sosial dan kelompok-kelompok yang berdedikasi bagi perjalanan iman.
Salesian Youth Movement (“Gerakan Orang Muda Salesian”) ada di semua Provinsi dalam bentuk-bentuk yang sangat berbeda-beda, mulai dengan kelompok-kelompok yang terorganisir di sekolah-sekolah kita dan meluas sampai ke gerakan misionaris sukarelawan-sukarelawati yang terbentuk baru-baru ini di beberapa Provinsi. Di negara-negara dengan kebanyakan penduduknya Katolik, seperti di Filipina dan Timor Leste, ribuan orang muda terlibat dalam gerakan orang muda tingkat nasional; sementara di negara-negara lain komitmen ini diungkapkan dalam proyek kelompok-kelompok yang bertemu bersama untuk pesta-pesta Salesian tertentu, khususnya di tingkat sekolah atau paroki. Hasil terbaik yang tak diragukan dari gerakan sukarelawan dan sukarelawati sebagai misionaris antara lain: “Don Bosco Volunteer Group” di Jepang (1991), “Torch Movement” di Hong Kong (1995), “International Youth Volunteer Movement” di Korea (2002), The Missionary Volunteer Movement in Manila (2003) dan tahap-tahap awal International Volunteer Movement di Australia (2006). Ratusan orang muda, termasuk di dalamnya yang bukan Katolik, telah mengambil bagian dalam perutusan Salesian; beberapa juga sudah mulai menjalankan inisiasi Kristiani dan bahkan terpanggil secara khusus dalam hidup membiara. Gerkan-gerakan ini, dengan inisiatif bersama dalam Regio, membentuk suatu jalinan natural di antara orang muda dari berbagai negara.
Regio memiliki 31 contoh karya sosial dalam jenis yang berbeda-beda, demi kebaikan 3.378 orang muda. Kita begitu akrab dengan anak-anak jalanan, orang muda di dalam panti rehabilitasi, anak-anak kusta, dan anak-anak terlantar tak memiliki keluarga, dengan berbagai bentuk tanggapan pendidikan dari kita. Ada banyak rumah untuk keluarga-keluarga (Korea, Jepang), seluruh ‘Boys Towns’ (“orang muda jalanan” di Engadine, Australia; “Boys Town” di Taiwan, “Tuloy sa Don Bosco” di Manila, “Don Bosco Boys Town” di Cebu, “Bangsak” di Thailand yang didirikan dekat pulau Phuket setelah tsunami mematikan tahun 2004); ada juga satu pelayanan regular bagi anak-anak jahat-nakal (Provinsi Korea dan Filipina Selatan) dan bagi para pekerja muda, khususnya bagi para imigran dari dalam negeri bersangkutan atau dari luar (Korea, Filipina Utara, Jepang, Vietnam).
Untuk pemajuan panggilan ada 23 lembaga aspirantates dalam jenis yang berbeda-beda, dengan 1.057 orang muda dalam proses penyesuaian penentuan panggilan mereka. Perhatian bagi panggilan merupakan suatu ciri karya pastoral kita yang spesifik dalam banyak Provinsi, di mana kita harus menghadapi banyak tantangan Gereja, dengan berkurangnya klerus dan penekanan dioses yang kuat, dan di mana terdapat kesulitan untuk membuat hidup membiara pria dapat ditampakkan dengan jelas. Syukurlah dengan upaya-upaya yang sedang giat digalakan di beberapa Provinsi (Korea, Jepang, Thailand, Vietnam). Banyak sama saudara kita datang dari keluarga campur, Katolik-Protestan, Budhis, Moslem, dan ada sama saudara yang meminta untuk dibaptis supaya mereka dapat mengikuti Don Bosco.
Pembinaan
Dalam wilayah pembinaan awal, tambahan untuk 23 aspirantates baik yang kecil maupun yang besar, di dalam Regio ada 6 novisiat, 11 postnovisiat, 7 rumah pembinaan untuk pembinaan spesifik bagi para calon imam dan satu rumah pembinaan spesifik untuk pembinaan para Bruder Salesian. Tiga rumah pembinaan di Filipina (novisiat di Cebu-Lawaan, postnovisiat di Canlubang, pembinaan spesifik untuk imam dan bruder di Manila-Paranaque) adalah interprovinsial. Ada hanya dua pusat-pusat studi Salesian untuk postnovisiat: Dalat (Vietnam) dan Canlubang (Filipina Utara), dan dua untuk teologi: Xuan Hiep (Vietnam) dan Manila-Paranaque (FIN). Mereka lain yang ada dalam pembinaan mengikuti pusat-pusat studi intereligius atau diosesan dengan sama saudara Salesian di antara para pengajar. Kini ada 70 saudara muda dari 353 yang berada dalam pembinaan awal sedang melakukan studi atau TOP di luar Provinsi asal mereka.
Berkaitan dengan pembinaan lanjutan, ada kemajuan pada tingkat personal dalam tanggung jawab atas pertumbuhan panggilan masing-masing orang, terungkap juga dalam komintmen untuk membuat rencana hidup pribadi dan menerapkannya dalam hidup itu sendiri.
Pada tingkat komunitas lokal kepentingan lebih besar terus diberikan pada perayaan ‘hari komunitas.’ Sejak Kapiltel Umum-25 komunitas-komunitas yang bertetangga sering berkumpul bersama untuk rekoleksi bulanan atau catur wulan. Untuk pembinaan para Rektor beberapa Provinsi telah menghasilkan beberapa leaflet (Filipina Utara dan Korea), dan semua Provinsi berusaha untuk menyertakan elemen ini selama pertemuan mereka pada tingkat provinsi. Para Rektor bertumbuh dalam kemampuan mereka untuk menganimasi komunitas baik aspek pastoral maupun spiritual. Sejak tahun 1990-an kesempatan untuk kursus-kursus pembinaan telah diberikan setiap tiga tahun dengan keikutsertaan semua Provinsi.
Empat Konggres Regional Asia Timur – Oceania yang telah berlangsung sejak 1986, telah menambah rasa pentingnya pemajuan dan pengembangan panggilan Bruder Salesian. Seminar yang baru-baru dengan tema ini di Kamboja (2006) merupakan satu langkah lebih maju, melibatkan semua Dewan Provinsi, semua promotor panggilan dan semua mereka yang terlibat dalam bimbingan panggilan, untuk seluruh tahun.
Komitmen Misioner dan Inkulturasi Kharisma Salesian
Sepanjang seratus tahun terakhir, Regio menerima sekitar seribu orang misionaris dari negara lain. Dalam tahun 20-an abad yang lalu ada gelombang besar para misionaris muda, terbina di wilayah-wilayah misi. Kini yang masih bekerja di dalam Regio ada 150 misionaris dari luar. Dari tahun 60-an abad yang lalu para sama saudara pribumi mulai mengambil alih pengurusan Provinsi-Provinsi. Sekarang kita mempunyai sama saudara pribumi yang pergi ke misi ad gentes, baik dalam maupun luar Regio. Sepanjang ini ada sekitar seratus orang sama saudara. Jumlah lebih besar yang telah keluar dari Filipina (75), dari Vietnam (25), Korea (9), dari Timor Leste (6), dari Jepang (5), dan dari Australia (4).
Karena hampir semua sama saudara berasal dari latarbelakang dengan minoritas Kristen, semangat misioner mereka pada umumnya, dan secara khusus ialah keyakinan untuk menjadi misionaris bagi orang muda, merupakan hal yang sangat penting. Sudah dikatakan banyak keluarga dari sama saudara kita, dan kebanyakan orang muda yang kita jumpai di sekeliling adalah dari agama lain. Karena itu dalam kata-kata FABC kita dapat berbicara tentang pertumbuhan kesadaran misioner ‘inter gentes’, yang mengungkapkan dengan baik situasi nyata kebanyakan para Salesian. Ada lima negara masih memerlukan suatu kekuatan barisan personel: Papua Nugini, Kepulauan Salomon, Mongolia, Pakistan dan Kamboja.
Kongregasi menatap Cina dengan hati dan iman Don Bosco, tetapi sekarang ini harus membatasi diri untuk terus memberikan pelayanan berupa bantuan-bantuan bagi orang miskin dan sakit, pelayanan-pelayanan yang memang cocok dengan hukum dan kebijakan negeri itu yang tidak mengijinkan kehadiran dan kegiatan lembaga-lembaga religius, khususnya dalam bidang agama dan pendidikan.
Komunikasi Sosial
Buletin Salesian dari permulaan yang sederhana di negara masing-masing, komitmen atas karya ini telah bertambah sejauh kenyataan sekarang bahwa kita memiliki beberapa percetakan (Don Bosco Sha di Tokyo, Salesiana Publishers di Manila, Vox Amica di Hong Kong, Don Bosco Media di Seoul), yang membantu perkembangan Keluarga Salesian dan evangelisasi. Komitmen juga bertumbuh dalam dunia audiovisual, internet, media pendidikan di Oratorio-oratorio dan pusat orang muda kita. Belum lama ini juga ada dua stasiun radio yang mulai berfungsi untuk melayani, di Thailand dan di Tetere, Kepulauan Salomon.
Kini hampir di setiap Provinsi memiliki Buletin Salesian dalam bahasa sendiri, dan semua sembilan Provinsi memiliki News Letter mereka, beberapa di antaranya dalam bentuk digital. Di antara sama saudara SMS dipakai untuk komunikasi yang cepat dan ekonomis.
Yang sangat penting ialah keputusan dari semua Provinsi untuk memakai Inggris sebagai bahasa komunikasi, sehingga semua sama saudara merasa berkewajiban untuk untuk secara tahap demi tahap dapat berbicara dengan bahasa ini. Regio juga memiliki satu jaringan berita-berita Salesian, AustraLasia Link, yang dimulai pada 1997 menyusul pertemuan para delegatus untuk Komunikasi Sosial. Editornya tinggal di Roma, dan dihubungkan dengan sejumlah koresponden di semua Provinsi, dan menyediakan pelayanan berita harian untuk semua bagian dalam Keluarga Salesian. Jaringan berita ini diperkuat, setelah Team Visit 2005, dengan ditetapkan website BOSCONET yang baru (www.bosconet.aust.com), yang menyediakan sumber-sumber Salesianitas dalam bahasa Inggris.
Keluarga Salesian
Animasi Keluarga Salesian dan sinergi antara berbagai kelompoknya merupakan salah satu elemen yang kuat di dalam Regio. Seperti 1.150 anggota Puteri-Puteri Maria Penolong Umat Kristiani, ada empat Kongregasi perempuan lain, yang semuanya lahir dalam suatu lingkungan misi: 1.040 anggota “Suster-Suster Cinta Kasih dari Miyazaki” yang didirikan oleh Mgr. Vincent Cimatti dan Pater Antonio Cavoli; 96 orang “Suster Hamba-Hamba Maria Dikandung Tanpa Noda” yang didirikan oleh Mgr. Gaetano Pasotti; 25 orang “Suster Pewarta-Pewarta Tuhan”, sebuah Kongregasi yang lahir dari pikiran dan hati Mgr. Luigi Versiglia dan didirikan oleh Mgr. Ignazio Canazei; dan 65 orang “Puteri-Puteri Ratu Maria Dikandung Tanpa Noda”, yang didirikan oleh Pater Carlo della Torre.
Di antara kelompok-kelompok yang dikuduskan dari Keluarga Salesian adalah Kongregasi St. Michael Malaikat Agung (ada 6 anggota di Australia dan Papua Nugini), dan dua Institut Sekular: Don Bosco Valunteers (VDB) dengan 132 anggota, ditetapkan pada 1969 di Makau dan kini berada di semua Provinsi; Volunteers with Don Bosco (CDB) dengan 3 anggota, dimulai di pada tahun 2000 di Korea.
Yang paling menonjol dari semua kelompok awan ialah Asosiasi Koperator Salesian, yang berkembang baik dalam jumlah maupun mutu, terima kasih dialamatkan kepada Konggres-Konggres Regional yang dimulai pada 1993. Kini jumlah anggota mencapai 2.035 para Koperator dalam 120 tempat, dengan banyak aspiran muda; mereka didampingi oleh delegatus-delegatus SDB dan FMA. Mantan-mantan siswa Don Bosco terorganisir di semua Provinsi dan bertemu pada tingkat regional setiap empat tahun. Kontribusi mereka pada misi Salesian bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka bekerja dalam jumlah besar di antara kerabat kerja awan kita di sekolah-sekolah dan paroki-paroki; mereka adalah pekerja-pekerja bertanggung jawab di dalam gereja-gereja lokal, dan juga terdapat di antara para imam diosesan dan dalam jabatan-jabatan penting dalam bidang sosial dan politik.
Juga berfungsi dengan baik di setiap Provinsi Kelompok Dewan Keluarga Salesian, dan sinergi yang baik ini menghasilkan buah-buah yang penting dari kerasulan dan pertumbuhan semangat Salesian. Hari-hari pembinaan spiritual di semua Provinsi dan retret keluarga (Filipina Utara) merupakan kesempatan-kesempatan untuk menjadi lebih mengenal satu sama lain dan lebih efektif dalam bekerja sama bagi orang muda.
Ada juga beberapa karya yang seluruhnya atau sebagian dipercayakan kepada kelompok-kelompok tertentu dari Keluarga ini seperti VDB, Asosiasi Wanita Salesian, dan para Koperator (karya sosial di Thailand, rumah retret di untuk orang muda di Filipina, pusat setelah-sekolah di Hong Kong, dan kepemimpinan di beberapa sekolah Salesian).
Solidaritas Finansial
Dengan berbagai situasi yang berbeda di dalam benak, kita meminta dengan sangat kepada para benefaktor dan staf pemerintah setempat untuk menunjang berfungsinya karya-karya kita, bahkan di lingkungan-lingkungan bukan Kristen. Ada banyak tempat yang sangat membutuhkan bantuan material di mana kantor-kantor misi, perencanaan dan pengembangan yang seadanya (berada di Provinsi-Provinsi Australia, China, Jepang, Korea dan Filipina Utara) berusaha sebaik mungkin untuk membantu.
Solidaritas Provinsi di mana-mana sedang berkembang, demikian juga merupakan suatu pendekatan profesional akan administrasi dengan pemakaian regular keuangan dan pembukuannya. Solidaritas regional juga bertumbuh, dan tidak hanya ketika berhadapan dengan situasi darurat seperti bencana-bencana alam (seperti pada 1995 di Filipina yaitu di Bacolor, saat terjadinya letusan gunung yang menenggelamkan sekolah-sekolah kita dan seminari minor yang di sampingnya, atau tsunami pada 2004 di Selatan Thailand), tetapi juga untuk pembangunan karya-karya tertentu (misalnya bangunan novisiat baru di Vietnam pada 2006) atau bantuan pada Provinsi-Provinsi yang memiliki banyak panggilan tetapi kekurangan biaya.
Kekudusan Salesian
Di beberapa tempat kharisma Salesian telah ditanamkan oleh para Salesian sejati yang menunjukkan kekudusan atau kepahlawanan dalam kebajikan yang telah diakui secara resmi: Santo Luigi Versiglia dan Callistus Caravario, martir Kongregasi kita di Cina; Beato Vincent Cimatti di Jepang; Pastor Carlo della Torre di Thailand dan Pastor Andrej Majcen di Vietnam, dan mereka lain yang proses beatifikasi dan kanonisasinya baru mulai dilakukan. Di antara para martir di Cina setelah datangnya komunisme kita mengingat frater Peter Yeh, Pastor Joseph Fu dan Simon Leung, dan Bruder Jerome Yip, yang meninggal sebagai martir cinta kasih dalam kamp konsentrasi. Spiritualitas misionaris Salesian dari para sama saudara ini dinyatakan di dalam suatu kesederhanaan yang mendalam dan bersahaja. Kita dapat mengenang motto Peter Yeh (+ 1953): Semua untuk Yesus, Yesus untuk semua!
Saya tidak ragu menyebut secara khusus seorang beato dalam Vincent Cimatti (1879-1965). Pater Renato Ziggiotti, pengganti Don Bosco ke-5, yang pernah menjadi murid Pater Cimatti, meninggalkan kita kesaksian ini: “Bagi saya Mgr. Cimatti adalah seorang Salesian yang paling lengkap yang pernah saya tahu atas kesalehan, kesiap-sediaan, semangat persaudaraan, kebapaan dan kemampuan dalam memenangkan jiwa-jiwa. Lebih dari seorang guru pedagogi yang pandai dan paling dicintai, dia adalah seorang pendidik sejati dan model St. Yohanes Bosco sesungguhnya.” Siapa pun pengunjung Museum Cimatti di Tokyo-Chofu, segera terkesan dengan kualitas kharisma yang kaya dari seorang “Don Bosco dari Jepang”: terkumpul di sana ialah lebih dari 900 lagu-lagu gubahannya, 6.150 surat-surat, lebih dari 10.000 gambar aslinya, ratusan buku dan artikel mengenai filsafat, spiritualitas, pertanian dan ilmu pengetahuan. Semua ini adalah untuk penyebaran Injil di tempat-tempat di mana penginjilan memang sangat sulit dilakukan. Semangatnya dalam penghayatan sistem preventif di sekolah-sekolah, mendapatkan panggilan, kehadirannya sendiri di antara para Salesian muda setiap saat bekerja dan rekreasi, telah terwariskan kepada generasi-generasi baru para Salesian setempat dan orang awam. Nama Yesus Kristus, dengan nama Don Bosco, telah tersebar jauh dan lebar melalui ratusan konser musik yang dia persembahkan di Jepang, Korea dan Cina. Apakah dia itu sebagai seorang pembina di Turin, atau pemimpin perjalanan misi ke Jepang, atau Rektor di rumah pembinaan atau Provinsial atau Vikar Apostolik, dia selalu sebagai seorang Salesian ulung dalam kelemah-lembutan dan kebaikan hati.
4. Pengalaman-pengalaman Karismatik yang Amat Penting
Dalam menanam, dan membuat kharisma Salesian berakar dan terinkulturasi dalam Gereja Asia dan Oseania yang masih muda, upaya dengan penuh kesabaran sangat diperlukan jika semangat dan kegiatan kita hendak diungkapkan dengan begitu sungguh-sungguh di dalam budaya-budaya setempat. Ini merupakan tantangan besar yang menuntut pengetahuan dan cinta kasih baik dari aspek budaya bersangkutan maupun dari Don Bosco dan Kongregasi. Dalam karya yang penting ini, yang dilaksanakan dengan berani dan optimisme, upaya-upaya telah dilakukan dan dibuat tersedia dalam semua sumber Salesian serta penerjemahan surat-surat Rektor Mayor ke dalam tujuh bahasa pokok di dalam Regio: Cina, Jepang, Thai, Korea, Vietnam, Indonesia dan Tetum. Ada terjemahan ringkas Biografi Memoar dalam 5 volume (Hong Kong, 2005). Tetapi yang paling penting ialah bahwa semua Provinsi berusaha sedemikian kuat untuk mengetahui lebih baik Don Bosco dan menghudupinya dalam lingkungan mereka masing-masing. Beberapa Provinsi mencetak tulisan-tulisan Spiritualitas Salesian dalam bahasa mereka sendiri (Jepang Thailand), atau mengirim sama saudara mereka untuk studi Salesianitas di Roma atau Berkeley, Amerika Serikat. Gerakan untuk kembali kepada Don Bosco, kepadanya kita diundang oleh surat pemanggilan untuk Kapitel Umum-26, diterima dengan sangat antusias dan menghasilkan inisiatif-inisiatif yang berguna, seperti seminar-seminar Provinsi atau Regional dan retret-retret berdasar pada tema itu.
Dialog antar budaya-budaya dari mana sama saudara kita berasal dan dengannya mereka bekerja, bersama dengan kesaksian suatu kehidupan para Salesian dalam semangat Injil Kristus, terlihat membuahkan hasil-hasil yang baik. Tidak meragukan bahwa kedekatan kita dengan orang-orang, kehadiran kita di antara orang muda, dan model pendidikan dan pastoral kita, dengan semangat persahabatan dan kekeluargaannya yang menyambut, kualitas kerohanian dan spiritualnya, menarik orang-orang kepada kita dan menjadikan kita secara umum dihargai oleh Gereja lokal.
Adalah sangat menggembirakan untuk menemukan ungkapan-ungkapan “Valdocco” yang ditemukan dalam tempat-tempat mereka sendiri dalam kebudayaan mereka di berbagai bagian dalam Regio. Mulai dari Cina – Makau, Institut Salesian (1906) ke Thailand – Banpong (1927) dan Bangkok – Don Bosco (1946), ke Jepang – Tokyo, Suginami (1934), kemudian Cina – Peking (1946-1954), Australia – Sydney, Engadine (1947), Filipina – Manila, Mandaluyong (1954), Filipina – Visayas, Victorias (1952), Timor Leste – Fatumaca (1964), Korea Selatan – Seoul, Dae Rim Dong (1963), Vietnam – Saigon, Go Vap (1963-1976), Papua Nugini – Araimiri (1980), Samoa – Alafua (1980), Indonesia – Jakarta, Sunter (1992) dan lain-lainnya.
Kini saya ingin menunjukkan beberapa pengalaman penting dan cara-cara yang dipilih untuk mengungkapkan kharisma, yang dapat memberi inspirasi juga bagi sama saudara lain di Regio yang lain.
Di Australia konfrater kita bersama dengan sejumlah besar awam telah lama menganimasi delapan sekolah menengah atas sejak 1998 melalui sebuah “anggaran dasar sekolah-sekolah Salesian” berdasarkan kriteria Oratorium (cons. 40). Semua rencana, animasi dan evaluasi distandarkan menurut visi bersama yang disepakati dan dibagikan bersama secara efektif oleh semua guru dalam sekolah-sekolah kita. Dalam proses pembinaan itu mereka sudah mempelajari lebih mendalam apa yang mereka pahami dengan pernyataan bahwa lingkungan pendidikan mencakup secara bersama “sebuah yang menyambut, sebuah paroki yang menginjili, sebuah sekolah yang menyiapkan untuk hidup dan sebuah lapangan bermain tempat teman-teman dapat bertemu dan menikmati keberadaan satu sama lain” (Cons. 40).
Di Provinsi Cina persiapan untuk perayaan seratus tahun karya Salesian (2001-2006) dibimbing oleh sebuah gerakan menuju kekudusan Salesian, untuk menemukan kembali Don Bosco dengan 20.000 mantan siswa dan guru dari sekolah-sekolah kita. Di sekitar lingkungan yang menganimasi ini sinergi Keluarga Salesian dibangun sehingga dapat menjangkau orang-orang muda yang miskin. Selama perayaan seratus tahun itu saya dapat datang untuk mengunjungi, selain tempat-tempat lain, “Pusat Penemuan Kembali Don Bosco” di Hong Kong, Tang King Po College, di mana orang muda dapat bertemu dengan Don Bosco dalam suatu pertunjukan yang interaktif. Dan di antara banyak karya di Provinsi ini saya tidak lupa menyembutkan “Youth Outreach”, sebuah pusat orang muda yang besar terbuka 24 jam setiap hari, khususnya bagi orang muda yang mudah terancam bahaya di jalan-jalan Hong Kong.
Di Filipina perayaan emas Karya Salesian pada tahun 2001 mengantar pada keputusan penting untuk membaktikan diri kita lebih besar untuk menjangkau orang muda yang sangat miskin, banyak sekali dari mereka yang tinggal di pedesaan. Oleh karena itu banyak pendirian di daerah-daerah terpencil dimulai, khususnya dengan pusat-pusat latihan ketrampilan yang diselenggarakan supaya menjawab kebutuhan nyata orang-orang setempat. Dari 1994 badan konsultasi Keluarga Salesian di Manila dapat dianggap sebagai suatu model bagi Provinsi-Provinsi lain khususnya dalam aspek cara menganimasi. Kepemimpinannya berotasi di antara kelompok-kelompok yang berbeda untuk mengatur pertemuan-pertemuan dan pembinaan-pembinaan yang perlu, perayaan-perayaan atau kegiatan kerasulan tertentu. Sejak 2002 di Provinsi Cebu ada CLAY Institut Don Bosco dibentuk, yang mungkin menjadi satu-satunya contoh di Regio untuk suatu proyek pembinaan Salesian yang dilaksanakan oleh orang awam bagi kaum awam dan orang muda. Para novis kita di Lawaan juga terlibat dalam bagian-bagian diskusi mingguan tentang Memoar Oratorium dengan para pembina dan anggota-anggota CLAY Don Bosco.
Menurut Provincial Operational Plan-nya baru-baru ini, Provinsi Jepang mengarahkan kegiatan-kegiatannya terhadap orang muda yang dalam bahaya dan para kelas pekerja di mana masyarakat Jepang mendapatkan kesulitan untuk melayaninya. Hal ini merupakan persoalan orang muda dan para pekerja migran, tidak hanya mereka yang Katolik meskipun mereka memang mayoritas. Dua paroki di Yamato dan Hamamatsu merupakan model pendekatan multikultur di dalam Gereja Katolik Jepang. Di dalam tempat-tempat yang sama yang sama ini pelayanan-pelayanan diberikan kepada para imigran dengan delapan bahasa yang berbeda-beda. Di samping itu promosi panggilan yang gencar terus digiatkan di dalam Provinsi: hal ini sangat istimewa di dalam seluruh Gereja di Jepang mengingat bahwa jumlah orang Kristiani hanya 1% dari seluruh penduduk Jepang. Kamping Kitab Suci yang dilakukan oleh sekolah-sekolah, mulai diperkenalkan pada 1973 di Nojiriko, telah menjadi satu fokus perhatian yang penting bagi tiga sekolah aspiran (seminari menengah) kita. Kini kita memiliki 50 siswa seminari ini di Yokohama, Yokkaichi dan Chofu, di mana banyak dari mereka datang melalui pengalaman kamping Kitab Suci.
Satu-satunya Vice-Provinsi di Regio, Indonesia – Timor Leste, telah menikmati suatu pertumbuhan panggilan yang membanggakan dalam dua dekade terakhir, yang selama masa ini anggota-anggota bertambah dari 19 orang sampai 170 sama-saudara, dengan pembukaan banyak pusat pembinaan. Pada kenyataannya setelah dua puluh tahun karya di Indonesia kita sekarang mempunyai lebih dari 50 orang sama-saudara pribumi, yang menjalankan karya yang berat di negara Islam terbesar di dunia itu. Di Timor Leste, negara termiskin di Asia dan meskipuin dalam situasi yang paling sulit yang para Salesian alami, kharisma terus bertumbuh, terima kasih kepada kedekatan dan dedikasi yang baik dari sama-saudara terhadap orang-orang yang sedang menderita dalam komitmen mereka untuk reevangelisasi dan pemajuan kemanusiaan.
Korea Selatan adalah sebuah Provinsi yang sejak tahun 70-an banyak sekali memfokuskan karyanya bagi pelayanan orang muda yang miskin dan terlantar, dengan mengadakan rumah-rumah keluarga, kemitmen bagi orang muda dalam berbagai kesulitan dan beberapa Pusat Latihan Ketrampilan. Meskipun perubahan sosial dan budaya yang begitu cepat yang terjadi di dalam negeri, para Salesian dapat berhasil menyesuaikan diri dengan situasi baru dan menjalankan misi yang efektif bagi orang muda-orang muda ini yang miskin dan terabaikan. Semua tahap pembinaan awal dijalankan berdampingan dengan orang muda ini yang menjadi sasaran perhatian spesial Don Bosco, supaya dapat membuat hidup yang terkuduskan dan terbaktikan berinteraksi dengan orang muda. Sama-saudara Salesian-Korea telah membangun suatu metode penginjilan tersendiri melalui Pusat-pusat Orang Muda yang dihadiri oleh ribuan murid dari sekolah-sekolah negeri selama setahun dan yang lain datang dari paroki-paroki diosesan dari Gereja Korea yang dinamis. Yang mengesankan juga ialah semangat dan hidupnya para Koperator Salesian, karena pembinaan mereka yang baik dan terinkulturasi dan kerasulan yang mereka jalankan berdampingan dengan para Salesian dalam karya kepada orang muda yang berada dalam kesulitan. Lebih dari itu, Provinsi juga melaksanaka satu komitmen misi di bagian utara Asia Timur atas permintaan khusus Pater Egidio Vigano; dalam dekade terakhir, 10 misionaris ad gentes telah meninggalkan Korea untuk bekerja di berbagai belahan dunia.
Provinsi Thailand dari segi anggota merupakan yang terkecil dalam Regio. Meskipun kekurangan ini para Salesian merupakan Kongregasi Religius yang pertama di neger ini. Satu dari kesempatan terbaik untuk berada di antara orang muda beragama Budha ialah sekolah-sekolah kita yang banyak tempat kita menyediakan pendidikan bagi 21.000 siswa dan siswi. Sekolah-sekolah ini sangat dihargai dan mantan-mantan siswa kita yang Budhis terus berhubungan dengan Don Bosco meskipun mereka berada dalam masyarakat. Terima kasih kepada mantan-mantan siswa yang membentuk Keluarga Salesian yang besar dan mereka semua bersatu dan teranimasi dengan baik. Perluasan yang telah terjadi ke negara-negara tetangga seperti Laos dan Kamboja merupaka kenyataan penting dari semangat misioner Salesian dengan bantuan sangat berarti dari mantan-mantan siswa kita yang merupakan guru-guru dan pendidik-pendidik.
Vietnam merupakan Provinsi yang paling dinamis dan banyak anggotanya di Regio, dengan semangat misioner yang menjulan tinggi berkenaan dengan mereka yang pribumi dan mereka yang berasal dari negeri lain. Dalam empat tahun terakhir Provinsi telah mengirim 30 sama-saudara sebagai misionaris ad gentes, dan dikenal karena semangat kuatnya dalam promosi panggilan, dengan pertemuan mingguan yang begitui teratur dan khususnya pendampingan para mahasiswa di universitas dalam pertumbuhan iman mereka. Promosi panggilan Bruder Salesian juga menemukan titik-titik tinggi di Vietnam. Penting untuk disebutkan bahwa kesaksian iman menjadi begitu kuat setelah 1975 untuk menghidupkan kembali kharisma Salesian meskipun kehilangan semua lembaga pendidikan. Ditambah dengan 25 paroki yang membantu kita untuk bertahan dalam tahun-tahun yang sulit itu, baru-baru ini telah bertumbuh berbagai pusat latihan ketrampilan yang sangat dihargai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Semua ini jelas membuat Provinsi ini menjadi satu Provinsi di seluruh dunia Salesian yang paling bersemangat kharismatik.
Akhirnya delegasi Delegasi Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Karya perutusan di sini dijalankan di daerah-daerah miskin di antara suatu penduduk yang kebanyakan adalah Kristen, tetapi sangat perlu penginjilan dan pendidikan bagi orang mudanya, demikian juga pembangunan sosial-kemasyarakatan.
5. Beberapa tantangan
Dalam terang konteks hidup Salesian di Regio ini yang multikultural dan multiagama dan sumbangan istimewa kharisma dan perutusan yang diharapkan untuk memberikan negeri-negeri tempat kita bekerja, berikut ini adalah tantangan-tantangan yang perlu dihadapi:
A. Dalam wilayah spiritual dan kharismatik kita dapat menunjuk pada tiga tantangan utama:
– pada tingkat kultural: bahaya sekularisme dan materialisme dalam suatu lingkungan yang sensitif terhadap aspek religius dari kehidupan dan meminta tidak hanya pelayanan sosial tetapi juga kesaksian pengalaman akan Allah yang mendalam;
– pada tingkat pribadi: godaan untuk mencari status sosial yang memberi prioritas pada kepada suatu pendekatan profesional, justru mengurangi kehidupan Salesian ke sebuah ‘suasana hidup’ dan bukan sebuah ‘rencana kehidupan injili’;
– pada tingak kelembagaan: ada semacam keanggotan yang lemah dan formal semata dalam Kongregasi dan dalam memenuhi aturan-aturannya, yang selain hal-hal lain, terwujud dalam pembinaan awal yang kurang bermutu sebagai akibat dari situasi pembinaan yang sulit dan tiadanya pusat-pusat studi Salesian, dan dalam pemakaian serta aplikasi model pastoral Kongregasi yang tidak memuaskan.
Apa yang dikatakan oleh tantangan-tantangan ini kepada kita ialah bahwa kita memerlukan suatu kehidupan Salesian dengan intensitas MISTIK yang lebih besar.
B. Dalam wilayah penginjilan dan pastoral ada tiga tantangan utama:
– pada tingkat kultural: tendensi pada individualisme, terungkap dalam kurangnya keberanian dalam berhadapan dengan kesulitan-kesulitan yang timbul dari kenyataan menjadi minoritas di antara mayoritas bukan Kristen, khususnya melawan latar belakang Konfusianisme dan Budhisme.– pada tingkat personal: aktivisme yang berlebihan, yang akan menjadikan kita lebih sebagai orang-orang profesional daripada orang-orang yang dikuduskan, dan persiapan yang kurang untuk dialog interreligius dan interkultural;
– pada tingakt kelembagaan: penolakan untuk menjawab perubahan-perubahan dalam pola hidup dan kerja supaya menjadi lebih bermakna dan efektif, dan menjadi lebih dekat dengan orang muda yang miskin dalam pelayanan kita bagi mereka.
Tantangan-tantangan ini dihadapi melalui suatu suatu perutusan Salesian yang dihidupi sebagai PELAYANAN.
C. Dalam wilayah kehidupan religius dan komunitas kita dapat menunjukkan di sini tiga tantangan utama:
– pada tingkat kultural: tiadanya suatu model hidup bakti yang terinkulturasi yang dihidupi bersama bersama, dan kesulitan untuk mengungkapkan pengudusan hidup bakti kita dengan kesaksian injili yang lebih nyata, hidup dan kredibel, dalam kesadaran menjadi orang yang terpanggil untuk untuk membantu membangun iman Kristiani memiliki suatu dampak kultural yang kuat;
– pada tingkat personal: godaan untuk hidup dengan suatu cara yang menyembunyikan identitas Kristiani dan pengudusan kita, dengan menerima elemen-elemen kultural yang tidak ada kaitan dengan proyek hidup Salesian;
– pada tingkat kelembagaan: kebutuhan yang mendesak akan membentuk kembali karya-karya di setiap Provinsi, untuk menjamin terpeliharanya pengalaman kehidupan komunitas dan memberi mutu pada proyek edukasi pastoral.
Tantangan-tantangan ini mengatakan kepada kita kebutuhan untuk membaharui kehidupan Salesian yang diresapi oleh PERNUBUATAN (Prophecy).
D. Dalam berfungsinya Regio kita menunjukkan dua tantangan utama:
– pada tingkat kordinasi regional: beberapa karya yang secara natural terisolasi, jarak-jarak berjauhan, bahasa, perbedaan sosial, budaya eklesial dan sifat panggilan yang membuat sulit untuk mencapai suatu tingkat berbagi satu sama lain yang lebih efektif, dalam dan praktis;– pada tingkat animasi regional: tiadanya suatu pusat regional sebagai suatu sumbangan bagi integrasi, kordinasi dan pemajuan Provinsi-Provinsi dalam wilayah kehidupan Salesian dan perutusan yang berbeda-beda: pembinaan, kerasulan orang muda, Keluarga Salesian, komunikasi sosial, misi dan ekonomi.
Ini merupakan tantangan-tantangan yang menuntut kita untuk yakin akan pentingnya SINERGI.
Kita dapat menyimpulkan semua tantangan dalam kebuthan untuk membangun dan menghidupi suatu spiritualitas Salesian yang sungguh-sungguh misioner dan terinkulturasi, yang membantu kita untuk
Untuk menghindari bahaya aktivisme, mencari hidup yang gampang dan enak, dan kurang identitas karismatis;
Untuk mengatasi dikotomi antara hidup dan iman, antara berada dan bertindak, antara nasihat-nasihat injil – misi – kehidupan komunitas; Untuk membuat kehadiran Don Bosco yang hidup lebih nyata di Regio Asia Timur – Oceania.
Pada titik ini saya merasa harus mengatakan, di antara banyak sama-saudara dengan kualitas yang unggul, dua Salesian yang telah dapat membawa Don Bosco hidup kembali dengan menemani orang-orang mereka dan memberi mereka bimbingan yang pasti dalam saat-saat sulit yang luar biasa. Saya sedang berbicara tentang Kardinal Joseph Zen Ze-kiun, Uskup Hong Kong, yang diangkat menjadi Kardinal pada waktu perayaan seratus tahun karya Salesian di Regio Asia Timur- Oceania, dan Mgr. Carlos Ximenes Belo, pemenang Nobel Perdamaian atas perannya atas nama perjuangan negerinya Timor Leste. Ternyata bahwa Tuhan telah mengaruniakan Kongregasi dengan para kudus, martir, pendiri tarekat, pendidik yang mengagumkan dan para uskup besar semuanya merupakan jaminan terbaik bahwa Don Bosco dapat terus dibuat hidup dengan kekayaan-kekayaan Asia.
Kesimpulan – “Aku senantiasa menyertai kalian”
Dari suatu sudut pandang geografis tempat yang paling jauh dari Roma ialah wilayah tertentu dalam Regio Asia Timur – Oceania. Saya dapat membuktikan ini selama perjalanan saya ke Australia dan Samoa dalam tahun 2004. Adalah Rektor orang Samoa yang pertama, yang berhalangan ada pada waktu kunjungan saya, yang pada Mei 2006 mengungkapkan sebagai mimpinya: “Saya ingin mengunjungi tempat-tempat suci Don Bosco, dan paling kurang sekali dalam hidup saya bertemu secara pribadi dengan Rektor Mayor.”
Beberapa sama-saudara di Regio ini telah dapat mengadakan ziarah ke tempat-tempat kudus Salesian, dan yang lain telah membuat upaya-upaya untuk menjadi dekat dengan Don Bosco dalam budaya-budaya dan bahasa-bahasa setempat.
Sebagai pengganti Don Bosco saya telah dapat mengunjungi semua Provinsi di Regio ini, (yang terakhir ialah Vietnam dalam bulan April), dan sekarang saya mempunyai pengetahuan sendiri akan begitu banyak sama-saudara dan karya. Bagi beberapa Provinsi kunjungan terakhir untuk mereka dari Rektor Mayor sudah 24 tahun yang lalu. Ada juga beberapa tempat di mana seorang Rektor Mayor tidak mengunjungi sama sekali, seperti Kepulauan Salomon, Pakistan, Mongolia, Laos, dan Fiji. Karena itu, dengan surat ini, saya ingin mengungkapkan kedekatan saya kepada kalian semua, tetapi saya juga ingin membuat setiap kalian merasa bahwa dia dekat dengan semua Salesian di seluruh dunia.
“Tanpa Maria Penolong Umat Kristiani kita Salesian hampa” merupakan satu dari lima butir nasihat diberikan kepada para misioner di Cina oleh Saleian pertama, Mgr. Luigi Versiglia, pada tahun 1920.
Banyak Gereja lokal di Asia Timur dan Oceania menghormati Bunda Yesus dan Gereja sebagai Penolong Umat Kristiani – dia adalah Pelindung Australia, Cina, Vietnam dan Gereja-Gereja di Oceania. Jadi untuk tidak mengecualikan seorang pun, banyak komunitas Salesian di Regio berdoa setiap hari dengan seruan: “Maria, penolong kami, doakanlah kami!” Kehadirannya yang hidup terasa begitu dalam. Saya percayakan kepadanya masa depan Regio kita ini, yang paling jauh dari Roma dalam hal waktu, jarak dan budaya, tetapi bukan dalam hal kurang dicintai oleh Don Bosco dan dikenal sebagai Kongregasi.
Semoga Maria Penolong Umat Kristiani, guru Don Bosco, memberkati dan membimbing generasi-generasi sama-saudara semakin bertumbuh dalam Regio ini.
Salam hangat dalam Don Bosco,
Pater Pascual Chávez Villanueva
Rektor Mayor
Posting Komentar