Digital Minimalism
Daftar Isi
“Philip Morris just wanted your lungs,…The App Store wants your soul.”
Cal Newport;. “Digital Minimalism.”
Kutipan di atas tampak menyeramkan sekali bagi kita yang peduli dengan jiwa. Jika gerakan anti rokok, kian hari kian menggema, saya yakin pula ada saatnya kita akan disadarkan bahwa Gadget juga adalah teman sekaligus musuh. Mereka merenggut jiwa kita, hidup kita.
Digital minimalisme adalah suatu cara hidup yang menyadari bahwa gadget membantu untuk hidup lebih baik, bukan merusak; jika merusak, merenggut hidup kita, maka perlu kita tinggalkan.
Menggunakan prinsip “less can be more” dalam relasi dengan teknologi atau gadget, kita mengklaim kembali hidup kita, yang mungkin bisa terenggut oleh ‘gadget’ atau teknologi.
Kita perlu ‘membuang’ hal yang tak kita perlukan demi kehidupan yang lebih bebas, yang lebih berarti; yang tak terkungkung atau diperbudak teknologi atau ‘gadget’.
Menarik untuk direnungkan, kadang kita ingin lepas dari perasaan diperbudak waktu, diperbudak kerja, dan ingin punya ‘me’ time. Namun dalam ‘me time’ ini rupanya justru masuk dalam jebakan perbudakan baru, yang tak kita sadari.
Digital minimalism, mengajak kita untuk sungguh terbebas dari perbudakan baru itu, dan menemukan diri kita dalam ‘me time’ yang sesungguhnya yang akan membantu kita pada hal yang lebih produktif.
Mengapa lebih produktif? Karena kita menjadi diri kita yang sesungguhnya, dengan apa yang ada dalam pikiran tanpa pengaruh dari pikiran-pikiran luar yang mengacaukan atau bahkan mengambil alih pendapat kita.
Hal ini sungguh sesuatu yang tak mudah! Saat ini saya pun terpengaruh oleh pemikiran dari luar yang mengatakan perlunya “Digital Minimalism”. Itu artinya aku belum menerima sungguh bahwa digital minimalism merupakan bagian dari hidup saya.
Perlu perjuangan untuk memilah dan mencampakkan hal yang tak berguna bagi hidup, agar hidup lebih berarti lagi.
Selamat Berjuang Jiwaku!.
Digital minimalisme adalah suatu cara hidup yang menyadari bahwa gadget membantu untuk hidup lebih baik, bukan merusak; jika merusak, merenggut hidup kita, maka perlu kita tinggalkan.
Menggunakan prinsip “less can be more” dalam relasi dengan teknologi atau gadget, kita mengklaim kembali hidup kita, yang mungkin bisa terenggut oleh ‘gadget’ atau teknologi.
Kita perlu ‘membuang’ hal yang tak kita perlukan demi kehidupan yang lebih bebas, yang lebih berarti; yang tak terkungkung atau diperbudak teknologi atau ‘gadget’.
Menarik untuk direnungkan, kadang kita ingin lepas dari perasaan diperbudak waktu, diperbudak kerja, dan ingin punya ‘me’ time. Namun dalam ‘me time’ ini rupanya justru masuk dalam jebakan perbudakan baru, yang tak kita sadari.
Digital minimalism, mengajak kita untuk sungguh terbebas dari perbudakan baru itu, dan menemukan diri kita dalam ‘me time’ yang sesungguhnya yang akan membantu kita pada hal yang lebih produktif.
Mengapa lebih produktif? Karena kita menjadi diri kita yang sesungguhnya, dengan apa yang ada dalam pikiran tanpa pengaruh dari pikiran-pikiran luar yang mengacaukan atau bahkan mengambil alih pendapat kita.
Hal ini sungguh sesuatu yang tak mudah! Saat ini saya pun terpengaruh oleh pemikiran dari luar yang mengatakan perlunya “Digital Minimalism”. Itu artinya aku belum menerima sungguh bahwa digital minimalism merupakan bagian dari hidup saya.
Perlu perjuangan untuk memilah dan mencampakkan hal yang tak berguna bagi hidup, agar hidup lebih berarti lagi.
Selamat Berjuang Jiwaku!.
Posting Komentar