Allfonso Maria Nacher : Sejarawan Salesian Dalam Versinya
Pastor Alfonso Maria Nacher, SDB
Kalau di Jepang, Don Cimmati dijuluki sebagai “Don Bosco dari Jepang”, maka Pastor Alfonso Nacher, dijuluki “Don Bosco dari Timor”. Juga bisa dijuluki “Don Cimatti dari Timor” karena beberapa kesamaan dengan misionaris besar di Jepang itu… salah satunya adalah mereka sama-sama memiliki jenggot yang putih yang panjang.
Pastor Alfonso lahir di Valencia (Spanyol) Pada tanggal 24 Mei 1905. Dua saudaranya juga menjadi Salesian. Seperti mereka, ia menemukan panggilannya karena menjadi murid dari Sekolah Salesian di Valencia di Jalan Sagunto, di sanalah ia memulai mendapatkan “semangat Salesian” khususnya devosinya yang kuat kepada Ekaristi dan Bunda Maria. Tak lama setelah ada keinginan untuk menjadi seorang misionaris, keinginannya segera terwujud.
Pada tahun 1918, ia Masuk Aspiran Salesian di Campello (Alicanto). Novisiat dan Kaul pertama ia jalani di Carabanchel (Madrid), Pendidikan Filsafat di Sarria (Barcelona), dan dilanjutkan dengan masa ‘Practical Training’ di Mataro (Barcelona), disana pula ia membuat kaul kekalnya pada tahun 1927. Pada saat sulit di jaman itu, superiornya memintanya untuk tinggal lebih lama di sana untuk belajar Theology, sembari menjadi asisten dan mengajar anak-anak sekolah. Ia ditahbiskan di Girona pada tahun 1923, dia dikirim kembali ke Mataro, dimana para Salesian sebisa mungkin menjalankan sekolah, selama masa perang sipil (1936-1939), dalam masa persekusi.
Dia tinggal di sana sampai tahun 1941, ketika ia dikirim ke Universitas Zaragosa untuk belajar Fisika dan Kimia, yang akan ia selesaikan kemudian di Valensia.
Pada tahun 1945 para superior memintanya untuk ke Portugal -untuk mempersiapkan diri demi Misi, ia pikir. Senyatanya, kloter pertama misionaris untuk Timor Leste berangkat pada tahun berikutnya, namun tanpa dirinya. Ia harus menunggu. Tujuh tahun sebagai Magister Novice di Mogofores dan beberapa tahun lagi sebagai Rektor di sekolah Estoril, dekat Lisboa. Setelah mengulang permintaannya untuk misionaris, akhirnya Rektor Mayor memanggilnya, dan provinsialnya merelakannya pergi, dengan kapal, hingga tiba di Timor pada awal tahun 1955.
Setelah tinggal sebentar di kota Dili, Ia pindah ke Fuiloro, di bagian paling Timur yang belum dijangkau oleh klerus lokal, hampir 100% penduduk masih menganut animisme (non-Kristiani). Semangat misionarisnya menyalakan semangat Salesian lain, hingga beberapa bekas Novisnya menyusulnya menjadi misionaris.
Komunitas kristen yang semula kecil kemudian bertumbuh dengan cepatnya. Di Fuiloro, ada kerja sekolah dan sembari mewartakan Injil kepada orang-orang kampung yang secara reguler ia kunjungi.
Tantangan terbesarnya adalah bahasa lokal, Fataluku dan Makasae. Ia dengan cepat mulai kosakata kamus multibahasa yang membuatnya terkenal, ini sangat membantunya terlebih baginya dan konfrater lain sebagai sarana esensial dalam mewartakan Sabda Allah. Sebagai rektor, ia menemukan cara untuk memperbesar dan memajukan sekolah pertanian, yang mampu mencukupi kebutuhan makanan bagi para Salesian dan para murid, dan mulai mengembangkan teknik baru dalam bercocok tanam bagi petani di sekitar.
Setelah beberapa tahun, Ia kemudian dikirim ke Baucau sebagai Superior Misi. Lalu kembali ke Fuiloro sebagai rektor dan Delegatus dari Provincial. Kemudian ia dipindahkan ke Ossu, membuka kehadiran baru di sana. Kemudian kembali lagi ke Baucau di pusat dan menjadi Distrik yang terbesar. Akhirnya pada tahun 1973, di Fatumaca, sebagai rumah induk Salesian di Timor, baru dibuka atas permintaan penduduk setempat.
Posting Komentar