Mendoakan Orang Meninggal
Umat Katolik tiap tanggal 2 November mendoakan arwah semua orang beriman. Di luar tanggal tersebut umat juga sering mendoakan secara personal anggota keluarganya yang sudah meninggal, entah melalui ujud dalam ekaristi maupun dengan ibadat khusus untuk maksud itu. Bahkan dalam tiap ekaristi, dalam Doa Syukur Agung, selalu didoakan arwah-arwah orang beriman secara umum.
Namun praktek yang sudah sangat akrab bagi kita ini sering sekali dipertanyakan oleh umat Gereja-gereja Kristen. Apakah praktek itu punya dasarnya dalam Alkitab?
Jawaban:
Praktek mendoakan arwah dilandasi oleh 2 perikop, yaitu:
1. 2 Mak 12: 43-46
Perikop ini menceritakan bahwa setelah menguburkan tentara yang gugur dalam pertempuran, Yudas Makabe menyuruh rekan-rekannya mengumpulkan uang. Uang tersebut lalu dikirimkan ke Yerusalem untuk mempersembahkan kurban penghapus dosa. “Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat karena Yudas memikirkan kebangkitan. Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati” (ayat 43-44).
Perikop ini menunjukkan kepercayaan bahwa sesudah mati pun dosa orang dapat diampuni berkat doa-doa dan kurban dari mereka yang masih hidup. Dan lebih mendalam lagi, tindakan ini hanya ada maknanya jika orang percaya akan kebangkitan. Kalau dalam Perjanjian Lama saja doa bagi orang mati sudah dikaitkan dengan kebangkitan, apalagi dalam Perjanjian Baru! Doa bagi orang mati menjadi sangat-sangat bermakna, karena kita beriman kepada Kristus yang sudah bangkit dan yang kelak akan mengikutsertakan semua orang beriman dalam kebangkitanNya. Jadi, doa bagi orang mati selain merupakan bantuan rohani bagi mereka, juga sekaligus menampakkan iman kita akan Kristus yang bangkit.
Posting Komentar